Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 19 Oktober 2016

Solusi Kemacetan//Segel Dibongkar//Tagihan BPJS (Surat Pembaca Kompas)

Solusi Kemacetan

Saat ini terjadi kemacetan kronis di Jalan Jenderal Suprapto menuju Simpang Lima Senen, Jakarta Pusat. Kendaraan sangat padat dari pagi sampai malam, baik yang melalui underpass maupun di jalan biasa yang berlintasan dengan jalur kereta api. Dapat dibayangkan kemacetan luar biasa yang terjadi apabila ada kereta lewat.

Kemacetan tersebut akan dapat diatasi apabila kendaraan yang melaluiunderpass dari arah Suprapto menuju Simpang Lima Senen dapat berjalan tanpa terputus. Untuk itu perlu ada rekayasa lalu lintas di Simpang Lima Senen.

Kendaraan dari arah Suprapto melaluiunderpass diarahkan langsung ke Kwitang tanpa terkena lampu merah dan tidak berbelok ke kanan seperti saat ini. Dengan demikian, arus kendaraan akan berjalan lancar tanpa tertahan lampu merah.

Kendaraan yang akan menuju ke kanan menuju Jalan Senen Raya diarahkan untuk berputar balik di Kwitang. Di sisi sebaliknya, dari arah Kwitang kendaraan ke arah Suprapto langsung memasukiunderpass sehingga juga tidak terkena lampu merah.

Kendaraan yang akan berbelok ke kanan menuju Salemba diarahkan lurus dan berputar balik di atas underpass(sebelum Stasiun Senen). Kendaraan dari arah Salemba yang tidak melalui flyoverdiarahkan berbelok ke arah Kwitang dan dapat berputar balik apabila ingin ke arah Senen Raya atau ke arah Suprapto.

Adanya putaran balik tentu akan memperlambat arus kendaraan, tetapi tidak menyebabkan kemacetan yang berarti. Satu hal lagi yang perlu diatur apabila rekayasa lalu lintas di atas dapat dilaksanakan adalah adanya pelintasan bus transjakarta, untuk itu dapat diberlakukan penghentian sesaat secara berkala agar arus kendaraan dari dan menuju underpass dengan mengoperasikan lampu merah khusus.

DHARMA K WIDYA

Jalan Tanah Tinggi RT 015 RW 002 Jakarta Pusat

Segel Dibongkar

Saya pelanggan PLN area Tanjung Priok dengan ID pelanggan 545101709934 ingin menceritakan permasalahan saya.

Tanggal 31 Agustus 2016 saya didatangi petugas operasi penertiban aliran listrik (OPAL). Setelah diperiksa, dia mengganti meteran saya dengan yang baru dengan alasan meteran saya tua dan putarannya lambat. Menurut petugas, meteran saya akan dibawa ke lab dan diperiksa.

Keesokan harinya saya datang ke lab. Saya ditunjukkan bahwa segel masih utuh dan asli dari PLN. Namun, kemudian petugas membelah segelan dan mengatakan bahwa kawat di dalamnya putus. Lalu, saya dikenai denda pelanggaran dengan jumlah yang sangat besar, Rp 17 juta.

Saya sudah tinggal di rumah itu 20 tahun. Selama ini sering ada petugas yang datang untuk memeriksa tetapi tidak pernah ada kejadian seperti sekarang.

Petugas memang tidak menyalahkan saya atas pelanggaran ini, mereka berkata yakin bahwa bukan saya yang melakukan. Bisa jadi ini warisan pemilik terdahulu karena saya membeli rumah dari tangan kedua. Namun, petugas mengharuskan saya membayar denda pelanggaran itu dan kalau tidak membayar, listrik akan dimatikan.

Mereka memaksa saya menandatangani jumlah denda yang tidak sanggup saya bayar walaupun diangsur sampai satu tahun. Ancamannya tetap: kalau tidak membayar, listrik ke rumah saya akan dicabut.

Betulkah aturannya demikian? Saya merasa sangat tidak berdaya dan mohon bantuan solusi dari pihak yang berwenang.

HANI S

Bisma 2, Sunter, Jakarta Utara

Tagihan BPJS

Saya dan keluarga (4 orang) mendaftar ikut menjadi peserta BPJS pada 29 Agustus 2016 untuk kelas 1. Kartu BPJS diambil pada 13 September 2016 setelah membayar premi pertama kali. Kini ada peraturan, pembayaran premi satu kartu keluarga dan setiap kali pembayaran secara otomatis nama anggota keluarga juga keluar.

Namun, pada waktu akan membayar premi lagi pada 10 Oktober (tanggal paling lambat bayar), tagihan premi yang muncul hanya atas nama saya, premi anggota keluarga lain tidak muncul.

Saya pun melapor ke kantor BPJS setempat, katanya ada kesalahan sistem. Saat itu di kantor BPJS banyak nasabah yang punya masalah serupa dengan saya, bahkan ada yang tidak muncul semuanya. Hal ini menimbulkan banyak kekhawatiran.

Kalau setelah lewat tanggal 10 tagihan premi tidak muncul, berarti kartu BPJS tidak bisa diproses untuk berobat saat ini. Bisa juga kami kena denda membayar premi karena lewat tanggal 10. Padahal, saya siap membayar premi setiap bulan.

Mohon pengelola BPJS sebagai pelayan publik segera membereskan sistemnya.

ARIEF RUBIJANTO

Perum Graha Timur, Kabupaten Banyumas

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger