Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 14 November 2016

Potensi Perikanan//TV Kabel Wanprestasi (Surat Pembaca Kompas)

Potensi Perikanan

Menanggapi tulisan Bapak Luky Andrianto halaman Opini Kompas (Senin, 17/10) berjudul "Perikanan Inklusif" yang cukup ilmiah dan lengkap itu, kami sangat tertarik. Hal ini karena menyangkut budidaya ikan air tawar yang sangat berpotensi dan menyerap cukup banyak tenaga kerja, tetapi belum dianggap penting.

Contohnya dapat dilihat di negara tetangga Vietnam, yang luasnya lebih kecil dari Pulau Jawa. Rakyatnya di sepanjang Sungai Mekong delta (Vietnam Selatan) memelihara ikan nila dan sejenis patin. Kegiatan pemijahan (hatchery) berlangsung di daerah An Giang, Provinsi Dong Thap. Di situ terdapat 87 tempat pemijahan yang dapat menghasilkan larva (fingerling/bibit) 4,4 miliar bibit per tahun. Satu pemijahan dengan indukan 1.700 brood (indukan seberat 4 kg) setahun dapat memproduksi 200 juta bibit.

Vietnam mengekspor 3 juta-3,5 juta tonfillet ikan bernilai lebih dari 6,5 miliar dollar AS. Fillet ikan ini di antaranya diekspor ke Eropa, Jepang, Tiongkok, dan Kanada.

Budidaya ikan air tawar sangat potensial untuk Pulau Jawa dengan sistem intensivikasi. Sistem ini tak memerlukan banyak air dan mudah dikontrol, menggunakan bak-bak besar yang airnya difilter dengan recirculation biofilter yang mengatur gas amoniak, karbon dioksida, serta membuang biological sludge dansuspended solid. Dengan sistem ini, pada 1 meter kubik air dapat ditebar 1.000 bibit.

Sistem tersebut telah dipraktikkan untuk budidaya ikan lele yang sudah banyak dipelihara petani di Boyolali, Tulungagung, Parung, dan seterusnya. Kendalanya, para pelaku belum bisa mendesain dan menghitung jumlah bibit untuk ukuran bak tertentu dan spesifikasi biofilternya.

Di samping ikan nila dan patin, lele dumbo sangat menarik karena cepat besar. Dalam 3 bulan sudah dapat dipanen. Tiap 1 kg berisi 6 ekor. Kalau seorang petani memiliki 3 bak, hampir tiap bulan ia bisa panen berurutan. Para pakar perikanan di IPB bisa menyuluh para peternak ikan air tawar agar berkembang seperti di Vietnam.

Para pakar juga dapat memformulasikan jenis pakan yang murah karena keuntungan pelaku bisnis itu tergantung dari harga pakan, di samping pemilihan bibit unggul. Sebenarnya untuk peternakan jenis apa pun, ikan, unggas, bahkan kambing, dan sapi sekalipun, perlu jenis pakan yang murah tetapi memenuhi kecukupan gizi. Di situlah kunci keuntungan peternak. Jika tidak, peternak ibarat "tukang jahit" dan keuntungan dinikmati pabrik pakan.

KUSUMO SUBAGIO,PELAKU PERIKANAN, MANTAN DOSEN ITB

TV Kabel Wanprestasi

Saya adalah pelanggan First Media TV Kabel dan FastNet, nomor pelanggan 19318101.

Pertengahan Juli 2016, saya mendapat telepon dari pemasaran First Media yang menawarkan program Bolt bundlingdengan biaya per bulan Rp 59.900 dan kuota 10 GB, didebet dari kartu kredit saya.

Petugas pemasaran itu menjanjikan pemakaian gratis selama masa percobaan satu bulan dan Bolt akan dikirim dalam waktu 7 hari kerja. Saya akan kena penalti Rp 299.000 jika berhenti sebelum satu tahun.

Begitu lamanya, saya sampai lupa dengan penawaran tersebut sampai suatu ketika datang kurir dari First Media ke kantor. Ia mengantar Bolt yang dijanjikan disertai dengan nomor Bolt, 24 Agustus 2016.

Tiga hari setelah itu, saya mencoba menghidupkan Bolt dengan petunjuk dalam boks Bolt. Ternyata, Bolt saya belum aktif. Saya pun segera menelepon ke layanan pelanggan First Media dengan bagian Bolt Care. Ia menjanjikan Bolt akan aktif dalam dua hari kerja. Setelah tiga hari kerja, saya mencoba lagi menghidupkan Bolt, ternyata saya tetap tidak bisa menggunakannya sampai sekarang.

Bulan berikutnya, saya mendapat tagihan dari First Media untuk pembelian Bolt Rp 199.000, padahal Bolt belum aktif.

Berkali-kali saya menghubungi layanan pelanggan Bolt Care ataupun First Media, tetapi tetap tidak bisa aktif. Saya bilang akan berhenti berlangganan, tetapi pihak First Media bersikeras jika saya berhenti, saya akan kena penalti Rp 299.000.

Sekarang kartu kredit saya malah sudah didebet biaya kuota per bulan Rp 59.900. Mana pertanggungjawaban First Media?

CHRISTIAN NUGROHO, JALAN MADRASAH VII, CAWANG BARU, JAKARTA TIMUR 13340

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 November 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger