Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 02 November 2016

TAJUK RENCANA: Komunikasi Elite Politik (Kompas)

Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto diyakini bakal menurunkan ketegangan politik.

Indonesia sepertinya sedang memasuki kebebasan tanpa batas. Media sosial menjadi kanal menyampaikan aspirasi perseorangan. Aspirasi politik yang santun, yang damai, yang jenaka, sampai yang keras dan berisi ungkapan kebencian, serta sumpah serapah bisa ditemukan di media sosial. Media sosial menjadi kanal untuk memuja seseorang, tetapi juga menghancurkan otoritas seseorang. Media sosial berperan sebagai pembangun citra, tetapi juga pembunuh karakter.

Masyarakat Indonesia berada dalam era euforia dalam memanfaatkan teknologi komunikasi. Padahal era kebebasan sebebas-bebasnya menuntut prasyarat adanya budaya politik masyarakat yang mensyaratkan pengetahuan yang cukup, ruang publik yang memadai, dan kecakapan dalam menggunakan media sosial.

Dalam situasi seperti itu, pertemuan elite politik Presiden Jokowi dan Prabowo menjadi penting. Dua tokoh yang bersaing dalam Pemilu Presiden 2014 berkomitmen untuk menjaga agar pemilihan kepala daerah Februari 2017 berjalan damai. Itu adalah peristiwa yang menyejukkan bagi masyarakat. Di tengah pertarungan di media sosial, pertemuan tulus di antara pemimpin partai politik menjadi penting. Peran politik jangan sampai dibajak oleh pemain media sosial yang kadang tidak memunculkan jati dirinya dan menyebarkan berita bohong.

Begitu juga halnya pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta pimpinan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama di Istana Merdeka kemarin. Silaturahim dan membangun komunikasi politik adalah keniscayaan dalam negara demokrasi untuk membicarakan permasalahan bangsa.

Kita terus mendorong Presiden Jokowi menggelar silaturahim dengan pimpinan partai politik, bertemu dengan pimpinan lembaga negara untuk membicarakan nasib negeri. Publik bertanya-tanya di mana peran partai politik, di mana suara partai politik, ketika ruang publik digital dipenuhi dengan konten yang merusak imajinasi dan persepsi kita sebagai bangsa. Apakah urusan perpolitikan pilkada, perebutan kursi pilkada, dan perbedaan pilihan politik membuat elite politik menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan?

Nasib negeri yang digambarkan media sosial seperti di ambang kegelapan yang tentunya kita tidak yakini. Melalui komunikasi yang tulus disertai komitmen untuk menjaga NKRI, menegakkan hukum melalui due process of law, dan menjaga demokrasi elektoral yang damai, kita yakin bangsa ini bisa keluar dari jebakan politik yang merepotkan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Komunikasi Elite Politik".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger