Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 02 Januari 2017

TAJUK RENCANA: Erdogan dan Upaya Damai Suriah (Kompas)

ikap keras dan cenderung otoriter Presiden Recep Tayyip Erdogan tak membuat keaman- an Turki terkendali, justru kerap terjadi serangan bom.

Serangan terakhir terjadi di sebuah kelab malam, Reina, di Istanbul, hari Minggu (1/1) pukul 01.30 waktu setempat. Serbuan itu menewaskan 39 orang, termasuk 15 warga asing. Penyerang masuk ke kelab menggunakan pakaian Sinterklas dan langsung memberondong mereka yang tengah berpesta tahun baru.

Serangan menggunakan senjata laras panjang itu juga melukai 70 orang. Sebagian orang yang berada di kelab itu terjun ke Selat Bosphorus untuk menyelamatkan diri. Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengatakan, penyerang melakukan serangan seorang diri.

Rangkaian kekerasan terus melanda Turki. Dalam setahun terakhir, sedikitnya terjadi 25 aksi kekerasan, baik berupa bom, bom bunuh diri, atau berondongan senjata, yang menyebabkan lebih dari 600 korban tewas.

Kekerasan terakhir terjadi pada 19 Desember 2016, seorang polisi Turki menembak mati Duta Besar Rusia untuk Turki Andrei Karlov. Karlov ditembak oleh seorang anggota polisi Turki, Mevlut Mert Altintas, yang berusia 22 tahun. Sebelumnya, pada 10 Desember 2016, dua bom meledak di luar stadion sepak bola, menyebabkan 44 orang tewas. Sepekan kemudian, di Provinsi Kayseri, bom bunuh diri menyebabkan 13 tentara tewas dan 56 lainnya luka.

Menyusul percobaan kudeta pada bulan Juli yang menewaskan 270 orang, Presiden Erdogan melakukan operasi sapu bersih dengan menangkap ratusan lawan politiknya. Mereka yang ditangkap diduga pengikut setia Fethullah Gulen, ulama Turki yang menetap di Amerika Serikat.

Presiden Erdogan juga menuduh Partai Pekerja Kurdistan (PKK) berada di belakang serangkaian bom sepanjang tahun 2016 itu. PKK sejak tahun 1984 berjuang untuk mendapatkan otonomi lebih besar dari Pemerintah Turki. Tahun ini, rangkaian serangan PKK terhadap Pemerintah Turki terbilang yang paling buruk. AS dan Eropa menilai Erdogan telah bertindak otoriter. Namun, kondisi keamanan dalam negeri yang tidak kunjung membaik membuat ekspor Turki turun 7 persen dan produk domestik bruto (PDB) turun 1,8 persen untuk pertama kalinya sejak tahun 2009.

Pernyataan pemimpin AS dan Eropa itu membuat Erdogan berpaling ke Rusia, seperti terlihat dalam penyelesaian konflik Suriah. Selama ini, Erdogan memusuhi Partai Uni Demokrasi (PYD), partai Kurdi di Suriah yang dekat dengan PKK. PYD juga sering dianggap bertanggung jawab atas kekerasan di wilayah selatan Turki.

Apakah penyelesaian konflik di Suriah akan berdampak pada keamanan dalam negeri Turki? Jawabannya bisa iya atau tidak. Namun, jika upaya damai ini berhasil, bukan tidak mungkin serangan oleh PKK akan berangsur surut.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Erdogan dan Upaya Damai Suriah".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger