Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 13 Januari 2017

TAJUK RENCANA: Warisan Barack Obama (Kompas)

Tak sedikit yang menyusut air matanya ketika Presiden Barack Obama menyampaikan pidato perpisahannya di Chicago, Rabu (11/1).

Pidato ini menandai berakhirnya era kepemimpinan bersejarah di Gedung Putih.

Sebagai presiden kulit hitam pertama di Amerika Serikat, Obama meninggalkan sejumlah "warisan" yang akan terus dikenang. Di antaranya, ia mampu menginspirasi. Obama merupakan orator ulung yang mungkin sulit mencari penggantinya. Hampir sebagian besar kalimat dalam pidatonya memberi penguatan dan harapan. Jauh dari rasa permusuhan ataupun ujaran kebencian.

Tentu ia tak hanya pandai berwacana. Ada sederetan prestasi signifikan selama pemerintahannya. Hal itu di antaranya ia mampu mereformasi layanan kesehatan, menekan tingkat pengangguran, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, berkomitmen terhadap perubahan iklim, serta melumpuhkan jaringan Al Qaeda dan menewaskan pemimpinnya, Osama bin Laden.

Di forum internasional, Obama juga berhasil mewujudkan kesepakatan soal nuklir Iran, mengakhiri keterlibatan AS di Irak dan Afganistan, dan masih banyak lagi. Komitmennya terhadap perdamaian, pluralisme, dan multilateralisme mengantarnya pada penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2009. Ia juga dikenal sebagai presiden yang santun dan bersih dari skandal pribadi selama delapan tahun menjabat.

Tentu pemerintahan Obama juga memiliki kelemahan, dan ini diakuinya dalam pidato perpisahannya. Obama masih belum berhasil melenyapkan sentimen rasisme dan kekerasan berbasis rasial di negerinya. Pada tahun-tahun terakhir kepemimpinannya, kekerasan itu justru meningkat. Yang lebih memprihatinkan, selama kepemimpinannya, semangat populis justru menguat di negara-negara bagian yang memiliki kantong-kantong kulit putih yang mayoritas. Semangat ini mengental dan mencapai puncaknya pada pemilihan presiden AS lalu. Obama gagal mengantar penerusnya, Hillary Clinton, ke Gedung Putih.

"Kegagalan" ini memang disesali banyak pihak, tetapi ini konsekuensi sistem demokrasi yang dianut AS. Perbedaan kedua presiden ini begitu mencolok karena kebetulan pada hari yang sama presiden terpilih Donald Trump juga menggelar konferensi pers yang pertama kali. Suasananya keras, bombastis, dan penuh penyangkalan. Trump berkali-kali mengecam media yang dinilai tidak adil dan memusuhinya dengan menyebarkan berita bohong.

Era Trump dipastikan akan sangat berbeda dengan era Obama. Kita hanya bisa berharap kepemimpinan Trump dan jajaran kabinetnya tak menimbulkan gelombang kontroversi berkelanjutan karena bagaimanapun kebijakan Pemerintah AS akan dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Januari 2017, di halaman 6 dengan judul "Warisan Barack Obama".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger