Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 23 Februari 2017

TAJUK RENCANA: Banjir Anno 2017 (Kompas)

Tentu saja banjir dari masa ke masa merupakan buntut kejadian alam meski di dalamnya ada argumen dan penjelasan yang berkembang dinamis.
TOTO S

Setelah relatif tanpa banjir parah selama satu-dua tahun terakhir, Februari ini curah hujan terasa lebih dari biasanya. Sejak akhir pekan hingga Selasa (21/2) lalu, ‎hujan nyaris tiada berhenti. Sejumlah kawasan di Ibu Kota, juga di sejumlah kota lain, dilanda banjir.

Argumen tradisional menyebut, banjir di bulan Januari dan Februari hal biasa karena memang bulan puncak musim hujan. Menyusul banjir Selasa lalu, BMKG mengingatkan, potensi hujan dengan curah tinggi masih ada hingga akhir Februari.

Argumen lebih maju mengatakan, banjir terjadi karena ‎infrastruktur baik di DKI Jakarta maupun banyak kota di Indonesia tidak memadai lagi. Diameter gorong-gorong atau sistem drainase perkotaan tidak sanggup lagi menyalurkan derasnya aliran air hujan yang boleh jadi sudah diperkuat oleh fenomena cuaca ekstrem yang dipicu oleh pemanasan global dan perubahan iklim.

Catatan lain kiranya‎ harus membuat kita introspeksi terkait dengan ketidakarifan kita mengelola lingkungan, khususnya lingkungan perkotaan dan lingkungan di kawasan hulu sungai yang kawasan dekat hilirnya merupakan wilayah permukiman. Pembangunan gedung, perumahan, dan pusat perbe‎lanjaan yang agresif di perkotaan tak disangsikan lagi mengurangi daerah resapan. Dampak serupa terjadi di kawasan hulu, hutan digunduli untuk tujuan komersial.

Sejumlah upaya coba dilakukan untuk mengurangi. Kita mengenal program normalisasi sungai, mengeruk dan menjaganya dari tempat pembuangan sampah. Sebelumnya di DKI juga sudah dituntaskan pembangunan kanal banjir yang cukup ampuh untuk memecah aliran air.

Khusus di DKI, banjir dipandang sebagai belum efektifnya upaya pemerintah provinsi menanggulangi dua masalah pokok, banjir dan macet, yang selama ini‎ kuat diasosiasikan dengan gagal atau sukses seorang gubernur.

Banjir harus bisa mengingatkan, entah di DKI Jakarta atau daerah lain, masih ada banyak pekerjaan rumah (PR) yang menunggu penyelesaian. Makin banyak waktu, tenaga, dan pikiran tersedot untuk urusan non-pemerintahan, makin‎ berkurang waktu untuk mengerjakan PR yang ada.

Banjir anno 2017 memang kental dengan penafsiran politik. Akan tetapi, warga DKI lebih risau terhadap ancaman banjir dan masalah kronis lain yang‎ menuntut penanganan segera.

Dalam pesan lebih lugas kita bisa mengatakan, cukup sudah euforia menghabiskan waktu untuk soal di luar substansi tata kelola pemerintahan yang nyata dan mendesak di depan mata.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Februari 2017, di halaman 6 dengan judul "Banjir Anno 2017".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger