Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 13 April 2017

TAJUK RENCANA: Pembatalan Pencekalan (Kompas)

DPR meminta Presiden Joko Widodo membatalkan pencekalan ke luar negeri Ketua DPR Setya Novanto. Pencekalan itu dianggap mencoreng DPR.

Hasil Rapat Badan Musyawarah DPR itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebagaimana dikutip harian ini, 12 April 2017. Penyidik KPK memang mencekal Novanto yang juga Ketua Umum Partai Golkar untuk masa enam bulan. Alasannya, sebagaimana dijelaskan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, "Pencekalan dilakukan karena kaitan Novanto dengan Andi Narogong dekat. Keterangan Novanto akan banyak dibutuhkan."

Novanto sendiri telah memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Nama Novanto dan sejumlah anggota DPR lain disebut-sebut dalam dakwaan dengan terdakwa Irman dan Sugiharto terkait dengan pengadaan KTP elektronik.

Permintaan DPR kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan pencekalan Novanto terasa berlebihan. Secara politik, sah-sah saja DPR mengirim surat kepada Presiden Jokowi untuk membatalkan pencekalan, tetapi secara etis langkah itu menimbulkan persoalan. Jika memang tidak puas dengan pencekalan dirinya, Novanto bisa saja menggugat keabsahan pencekalan yang memang merupakan kewenangan penyidik.

Bahwa pencekalan Novanto bakal menghambat kerja DPR, tidak ada yang menolak. Ketua DPR sebagai juru bicara DPR dan mewakili DPR dalam berinteraksi dengan lembaga negara lain seharusnya bukan orang yang bermasalah secara etis dan hukum. Pencekalan Novanto oleh KPK memang mengganggu DPR jika Novanto juga tetap bertahan sebagai Ketua DPR.

Bangsa ini mempunyai Tap MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Tap MPR itu dimaksudkan untuk menuntun penyelenggara negara dan masyarakat tentang etika. Memang tidak ada aturan yang mengatur bagaimana status Ketua DPR sebagai orang yang dilarang ke luar negeri, tetapi asas kepantasan dan etika bisa jadi panduan. Orang yang dilarang ke luar negeri belum tentu menjadi tersangka, yang menjadi tersangka belum tentu bersalah, itulah logika hukum. Namun, dari sudut pandang etika, cara menyikapinya bisa berbeda.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng pernah dilarang ke luar negeri sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Saat itu, Andi segera mengambil langkah mundur. "Status pencekalan saya sudah cukup untuk mengambil sikap," kata Andi yang mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Menpora. "Saya tidak ingin menjadi beban Bapak Presiden," kata Andi. Bagaimana Novanto menyikapi kasus hukum yang melilitnya, publik menantikan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Pembatalan Pencekalan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger