Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 08 April 2017

TAJUK RENCANA: Sarin, Putin, dan Trump (Kompas)

Presiden Donald Trump tidak hanya menggertak. Jumat pagi, AS menyerang pangkalan udara Suriah setelah AS menuduh Suriah menggunakan gas sarin.

Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin menganggap serangan tersebut sebagai agresi terhadap negara berdaulat dan melanggar hukum internasional. Putin tidak yakin pemerintahan Bashar al-Assad menggunakan gas sarin untuk menyerang kelompok pemberontak di Khan Sheikhoun, sekitar 30 kilometer dari kota Idlib.

Sebaliknya, Presiden Trump yakin akan penggunaan gas saraf yang cepat menyebar dan mematikan itu sehingga Washington siap mengambil langkah unilateral jika Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak tegas. Trump menganggap serangan itu melebihi batas dan tidak bisa ditoleransi. Serangan gas racun ini menyebabkan 86 orang tewas, termasuk 30 anak-anak dan perempuan.

Juru bicara Putin, Dmitry Peskov, menyatakan, serangan AS tersebut telah melukai hubungan kedua negara. Padahal, Moskwa berharap AS dapat bergerak bersama untuk memerangi terorisme.

Sikap keras dan tegas ini menjadi ujian bagi "kemesraan" antara Trump dan Putin. Sebelum dilantik menjadi presiden, media massa mengungkap kemesraan Trump dan Putin.

Dalam kasus Suriah, sejak lama ada perbedaan sikap antara Rusia dan AS, terutama menyangkut kepemimpinan Assad. Pada masa Presiden Barack Obama, AS menginginkan Assad turun jabatan, tetapi Rusia menginginkan Assad tetap berada di tampuk pemerintahan.

Bukan hari ini saja ada tuduhan penggunaan senjata kimia oleh rezim Assad dalam menghadapi kelompok pemberontak. Barat menuduh Pemerintah Suriah menggunakan gas sarin pada Agustus 2013 ketika menyerang kelompok pemberontak di pinggiran kota Damaskus yang menewaskan ratusan orang.

Penggunaan gas saraf yang dapat menyebar cepat dan mematikan ini dibenarkan oleh beberapa organisasi kesehatan yang membantu korban perang di Suriah. Dokter Lintas Batas (MSF), tim medis yang membantu Rumah Sakit Bab al-Hawa di perbatasan Suriah dan Turki, mengonfirmasi korban yang terkena gas sarin dengan gejala, antara lain, mata merah, mulut berbusa, wajah dan bibir membiru, serta sesak napas.

Negara di Eropa mendukung tindakan AS menyerang instalasi militer Suriah. Sebaliknya, Rusia meminta Dewan Keamanan PBB segera menggelar pertemuan untuk membahas masalah ini. Bukan mustahil jika masalah ini dibawa ke DK PBB, Rusia akan memvetonya.

Apakah ketegasan Trump hanyalah retorika, waktu yang akan menjawabnya. Namun, jika hubungan AS dan Rusia tidak membaik, masa depan Timur Tengah akan menjadi lebih suram.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Sarin, Putin, dan Trump".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger