Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 04 Mei 2017

Disiplin dan Keteladanan Membangun Bangsa (Pormadi Simbolon)


Ekslusif-google.com
Pengantar Redaksi
Membangun keadaban publik yang kerap diserukan para budayawan, seniman dan tokoh-tokoh agama dan masyarakat tidak mempan untuk mengubah ketidakdisiplinan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
-----------------------

TRAUMA sosial dan psikologis akibat aneka bencana alam serta kecelakaan transportasi di tanah air menciptakan ketidakpastian di negeri ini. Aneka persoalan bersama membangkitkan gerakan tobat dan perbaikan nasib bangsa ini seperti yang pernah diserukan ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan oleh pemerintah melalui Menteri Agama. Apakah gerakan tobat itu akan berhasil?

Gerakan tobat nasional akan menjadi sia-sia bila tidak ada disiplin diri dalam perbaikan mutu kehidupan secara individu maupun kolektif.
-------------------
Disiplin diri menjadi kata kunci kemajuan dan kesuksesan serta kebesaran orang-orang besar yang pernah hidup dalam sejarah. Seorang pemimpin, atau siapa saja bisa mencapai kesejatian di bidangnya masing-masing karena pernah mempraktikkan disiplin diri.

Presiden Amerika Serikat (AS) ke-26, Theodore Rosevelt (1858-1919) pernah mengatakan, With self-discipline, most anything is possible; dengan disiplin diri, kebanyakan hal menjadi mungkin.

Gary Ryan Blair, seorang motivator negeri paman Sam, pernah berkata, self-dicipline is an act of cultivating. It require you to connect todays action to tomorrow's results. Theres a seasons for sowing a season of reaping. Self-discipline helps you know which is which. Inti pernyataan tersebut mau mengatakan bahwa barang siapa melatih disiplin diri, maka dia akan menuai hasilnya pula. Orang yang tidak berdisiplin diri akan menerima akibatnya.

Di Indonesia pemerintah pernah menyerukan gerakan disiplin nasional dalamkehidupan bermasyarakat yang dimulai dari disiplin di jalan raya. Namun hasil dari gerakan tersebut relatif belum kelihatan sampai sekarang. Gema gerakan tersebut juga tidak terdengar lagi.

Membangun keadaban publik yang kerap diserukan para budayawan, seniman dan tokoh-tokoh agama dan masyarakat tidak mempan untuk mengubah ketidakdisiplinan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Iklan di televisi, seseorang pengemudi mobil pribadi melanggar rambu lalu lintas. Ketika ditanya mengapa ia melanggarnya, ia mengatakan, tidak ada yang jaga. Kejadian di iklan tersebut sering kali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pelanggaran boleh dilakukan karena tidak ada penjaga disiplin berlalulintas. Ini bisa menjadi cermin kepribadian insan-insan bangsa kita.

Ketidakdisiplinan pada dunia transportasi mengakibatkan kecelakaan transportasi. Ketidakdisiplinan dalam pengelolaan hutan akan menyebabkan bencana alam. Ketidakdisiplinan dalam menjalankan peraturan yang ada menyebabkan merajalelanya tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Ketidakdisiplinan menjalankan ajaran sejati dari suatu agama menyebabkan salah tafsir yang pada akhirnya terjadilah tindakan anarkhis dan penghilangan nyawa sesama secara gampang.

Keteladanan

Disiplin diri merupakan proses yang sejatinya dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam pendidikan sekolah keluarga. Itu berarti pendidikan non-formal dalam keluarga menjadi dasar seseorang untuk mampu melatih disiplin diri. Namun, pelatihan disiplin diri pada orang dewasa membutuhkan ekstra pengorbanan dan pengendalian diri yang intensif. Orang dewasa sudah terbentuk oleh keadaan lingkungannya. Masih mungkinkah menerapkan disiplin diri bagi para insan-insan bangsa yang tidak berdisiplin diri?

Dalam masyarakat umum, metode yang sering dilakukan untuk mendisiplinkan diri adalah pemberlakuan hukuman. Namun hasilnya, yang terjadi adalah disiplin sesaat, karena ada ancaman. Itulah yang terjadi sekarang ini. Itulah sebabnya banyak tindakan KKN belum dapat diberantas secara signifikan.

Praktik pendisiplinan diri dapat terjadi dari orang tua kepada anak-anaknya, pemerintah kepada masyarakat, atau dari diri sendiri kepada diri sendiri. Sejatinya praktik tersebut entah yang dimulai sejak masa-masa kanak-kanak entah sesudah dewasa bersifat berkesinambungan (tidak sesaat), fleksibel (tidak otoriter), ada batas-batas yang pasti mana yang boleh dan tidak boleh, ada kepastian hukum, dan adanya komunikasi (yang sehat dan konstruktif, tanpa ada unsur saling merendahkan atau melecehkan).

Teladan yang pernah dipraktikkan oleh Benjamin Franklin mungkin bisa menjadi model bagi setiap individu yang mau berkehendak baik untuk memperbaiki keadaan di negeri ini. Mantan Presiden AS itu melatih 13 kecakapan diri. Ia memraktikkan keugaharian untuk tidak makan dan minum terlalu banyak. Praktik diam dengan berbicara hanya tentang yang bermanfaat bagi orang lain, tidak omong kosong. Tertib dan teratur untuk melatih diri terbiasa meletakkan hal dan barang pada kedudukan dan tempatnya masing-masing, membagi waktu untuk semua urusannya.

Ia melatih keteguhan hati dalam melaksanakan apa yang semestinya dilakukan dan telah diputuskan (tidak plinplan, ragu-ragu). Praktik hemat diwujudkan dengan tidak mengeluarkan biaya selain untuk hal-hal yang baik bagi orang lain dan diri sendiri. Ia rajin dengan tidak membiarkan waktunya kosong, menggunakan waktunya dengan mengerjakan hal-hal yang berguna. Sikap jujur dilatihnya dengan tidak melakukan tipu muslihat yang menyakitkan hati, berpikir bersih dan jernih serta berbicara tentang yang benar saja.

Keutamaan keadilan dibangunnya dengan tidak menyalahkan orang lain dengan melakukan sesuatu yang tidak adil atau dengan melakukan hal-hal yang merupakan kewajibannya. Sikap moderat dilatihnya dengan menghindari sikap hal-hal yang ekstrem, dan selalu bersabar terhadap hal-hal yang kurang adil atas dirinya. Ia melatih kebersihan diri dengan tidak mentolerir hal-hal yang tidak bersih dalam badan, pakaian atau rumah.

Lalu praktik ketenangan diri direalisasikannya dengan tidak gugup atas hal-hal remeh atau kejadian buruk yang biasa atau tak terhindarkan. Ia meraih kemurnian dengan menggunakan seks hanya untuk kesehatan atau keturunan, tidak berlebihan sehingga bisa merusak reputasi diri sendiri dan ketenangan orang lain. Ia rendah hati terhadap siapa pun, entah kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa.

Ketigabelas pelajaran Franklin tersebut membuat dia berhasil memajukan negara AS. Ia menjadi teladan yang patut disegani di negerinya. Seruan tobat dan perbaikan kultur bangsa oleh berbagai pihak akan sia-sia jika tidak ada pendisiplinan diri lebih dulu. Semuanya bermula dari disiplin diri.

Jika tidak, nasib bangsa ini akan menjadi bangsa kerdil yang penuh dengan bencana, kecelakaan dan KKN.

* Penulis, alumnus Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang, tinggal di Jakarta
-------------------
* Praktik pendisiplinan diri dapat terjadi dari orangtua kepada anak-anaknya, pemerintah kepada masyarakat, atau dari diri sendiri kepada diri sendiri.
* Sejatinya praktik tersebut bersifat berkesinambungan, fleksibel, ada batas-batas yang pasti mana yang boleh dan tidak boleh, ada kepastian hukum, dan adanya komunikasi.
* Seruan tobat dan perbaikan kultur bangsa oleh berbagai pihak akan sia-sia jika tidak ada pendisiplinan diri lebih dulu.

Sumber: http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2007/3/29/o2.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger