Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 19 Mei 2017

Perbaiki Transportasi Umum//Bayar Sumbangan//Gas Langka//Mencuci ”Cover” (Surat Pembaca Kompas)

Perbaiki Transportasi Umum

Beberapa kecelakaan tragis yang melibatkan transportasi umum belakangan ini mengingatkan pengalaman saya ketika berwisata ke kawasan Banten via Cilegon, 2 April 2017.

Ketika pulang, saya dan teman-teman naik bus Arimbi dengan nomor polisi B 70xx BGA. Di kaca depan bus tertulis Pulogebang. Kenek bus memungut biaya Rp 35.000 per orang tanpa tanda bukti pembayaran apa pun. Tidak ada informasi tentang identitas sopir ataupun keneknya.

Kami naik dari perempatan pemadam kebakaran di Cibinong. Sebelum naik, kami katakan tujuan kami, Cempaka Putih, Jakarta. Kenek bus menjawab bus akan berhenti di tempat tersebut. Begitu masuk tol, bus ngebut dan zigzag, berusaha menyalip bus di depannya. Penumpang mengingatkan sopir agar hati-hati. Sepanjang perjalanan, bus menaikkan dan menurunkan penumpang di tol.

Memasuki Jakarta, banyak penumpang diturunkan di ujung lajur keluar (exit) tol. Mereka harus berjalan dari ujung lajur keluar untuk keluar dari jalan tol. Saya dan teman-teman juga mengalami hal sama. Dari arah Tanjung Priok, kami diturunkan di ujung lajur keluar tol yang mengarah ke Cempaka Putih, di area Mall Artha Gading.

Ketika kenek menyuruh kami turun, saya sempat bersitegang dengan sopir dan keneknya karena mereka membahayakan jiwa kami dan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Sopir menjawab, "Ibu mau tanggung jawab kalau mobil kita ditangkap karena enggak sesuai jalannya?"

Saya paham, beberapa kejadian di atas erat terkait faktor ekonomi. Namun, jika menyangkut keamanan dan keselamatan, peran serta semua pihak sangat diperlukan.

GITA RUSMAHWATI, KELURAHAN SUMUR BATU, KEMAYORAN, JAKARTA 10640

Bayar Sumbangan

Saya orangtua siswa di SMK Negeri 5 Kota Tangerang, Banten. Pada Februari 2017, saya diminta membayar sumbangan komite dengan alasan tidak ada dana dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten untuk operasional.

Sungguh aneh kalau di Pemerintahan Kota Tangerang dan Provinsi Banten tidak ada anggaran untuk biaya operasional, sampai akhirnya siswa diminta membayar dana operasional. Hal ini memberatkan orangtua murid, paling tidak saya.

Mohon perhatian pemerintah pusat untuk mengecek permasalahan di atas.

M TAUFIK, JL CENDANA, KOTA TANGERANG

Gas Langka

Beberapa hari terakhir, distribusi gas tabung di wilayah Tangerang Selatan bermasalah. Akibatnya, gas tabung menjadi langka dan berlaku hukum rimba. Siapa kuat dia yang dapat.

Saya tidak tahu, mengapa gas jadi langka begini. Tidak jelas pula ini ulah siapa. Tetapi yang pasti, kami konsumen yang dirugikan.

Kelangkaan gas elpiji untuk tabung berukuran 3 kg sudah berlangsung hampir 1,5 tahun di Tangerang Selatan. Apalagi, saya pernah melihat di sebuah warung yang ternyata punya persediaan gas tabung 3 kg berlebih, mungkin ada sekitar 200 tabung. Sementara di tempat lain gas dijatah 10-20 tabung. Mau beli satu saja susah. Rasanya jadi kesal dan ingin marah.

Saya juga melihat, ada dua pita yang berbeda. Artinya, gas tabung berasal dari dua penyalur yang berbeda. Kok bisa?

Kapankah persediaan gas tabung normal lagi di Tangsel dan tak ada lagi hukum rimba? Kalau mau diganti tabung 5 kg, segera lakukan supaya kami konsumen tidak dirugikan.

RITA HARTATI, PONDOK KACANG TIMUR, PONDOK AREN, TANGERANG SELATAN

Mencuci "Cover"

Pada 7 Januari 2017, saya mencuci penutup (coverspringbed dari bahan linen di Laundrette Pengadegan. Dijanjikan pada 13 Januari 2017 selesai.

Seminggu kemudian, saya mendapat kabar bahwa penutup springbed saya menciut dan tidak bisa diperbaiki. Pihak Laundrette berjanji akan memberi ganti rugi dengan kupon senilai 3 x biaya cuci atau mengganti penuh biaya cuci saya senilai Rp 180.000.

Saya protes karena ganti rugi yang diberikan tidak sebanding dengan hargacoverspringbed setipe yang sekitar Rp1,5 juta.

Jelas saya rugi dua kali: kasur saya jadi tidak enak dipakai dan saya harus keluar uang banyak untuk beli cover baru.

Hingga saat ini pihak Laundrette yang diwakili Ibu Dewi belum juga memberikan keputusan. Ia hanya menaikkan nominal ganti rugi menjadi Rp 200.000. Dalam jumlah itu sudah termasuk uang muka Rp 80.000 yang saya bayar.

HARRY PURNAMA, JALAN TAMAN AMIR HAMZAH, PEGANGSAAN, MENTENG, JAKARTA PUSAT

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Mei 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger