Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 17 Juni 2017

Jupe, Si Pemberani//Berikan Contoh//Telepon Rusak (Surat Pembaca Kompas)

Jupe, Si Pemberani

Julia Perez, Jupe, meninggal sepekan lalu. Namun, kepergiannya tak menanggalkan kenangan padanya. Jupe adalah si pemberani menghadapi hidup, karier, cinta, bahkan sampai saat-saat terakhir bergulat melawan sel-sel kanker. Sel yang tak ada hubungan sebab dan akibat, sel yang tidak memilih kebaikan atau keburukan.

Jupe menghadapi ini semua dengan tegar. Jeritan kepedihan mewujud dalam senyuman. Ia sadar apa yang terjadi, dan membiarkan semua berlangsung dalam diam. Sikap ini pernah ditunjukkan Jupe ketika ia menjadi salah satu narasumber bincang di televisi.

Ia dicecar banyak pertanyaan yang menyudutkan ketika namanya dikaitkan dengan calon kepala daerah dari Pacitan, Jawa Timur. Saya mencoba ikut berbicara, tetapi Jupe berbisik, "Biar saja Mas, biar mereka puas. Saya enggak apa-apa diomongi gitu. Kan, saya tidak ingin jadi bupati."

Ia hafal perilaku orang lain yang memandang sebelah mata, atau memelototi perilakunya. Jupe menerima penghakiman dan penilaian orang lain—bahkan orang yang dekat—tanpa berusaha menyanggah atau meluruskan.

Itu juga yang dijalani di hari-hari terakhirnya. Jupe tetap gagah, tetap tengadah di atas semua penderitaan yang menggulung sekujur tubuhnya. Ia menginspirasi para penderita kanker—juga keluarga penderita, pendoa, relawan—bahwa sesungguhnya hidup pantas diperjuangkan melalui cara apa pun, termasuk harapan. Sampai batas terakhir yang dimungkinkan.

Secara tak langsung kami pernah membicarakan itu pada saat yang tak berkaitan, tetapi Jupe sudah mulai merasa sakit, yaitu saat jadi peraga pakaian karya Anne Avantie. Jupe tak memerlukan nasihat itu, karena ia sudah membuktikan diri melalui semua itu dengan sepenuh keberanian yang dimiliki dan kepasrahan tanpa menyerah.

Keberanian dahsyat inilah yang diperlukan pasien-pasien lain: jangan pernah kehilangan harapan. Kalaupun sempat hilang, temukan dengan mengenang Jupe.

Terima kasih Jupe, kamu baik.

ARSWENDO ATMOWILOTO

Jl Damai, Petukangan Selatan, Jakarta 12270

Berikan Contoh

Saya sependapat dengan situasi masyarakat kita yang tidak rukun saat ini, sebagaimana disampaikan Bapak Adi Andojo Soetjipto (Kompas, 16/2).

Solusi yang diusulkan untuk mengatasinya, yaitu melalui revolusi mental, bisa dicoba. Masalahnya dalam pelaksanaannya hal itu memerlukan figur dan organisator. Siapa yang melakukan kedua hal tersebut? Harapannya tentu pejabat atau orang yang mampu dan mau melaksanakannya dengan sukarela.

Mengingat masyarakat kita umumnya bersifat patriarkal (like father like son) mungkin akan lebih berhasil guna jika pelaksanaannya mengikuti pola pikir Ki Hadjar Dewantara, yaitu agar pendidik (guru, orangtua, pemimpin) melakukan tiga hal ini:

Ing ngarsa sung tuladha, artinya bisa menjadi contoh.

Ing madya mangun karsa, artinya bisa berbaur dan memberi motivasi.

Tut wuri handayani, artinya: mengamati dan mendorong aktivitas anak didik/masyarakat.

Apabila para pejabat mulai dari presiden, para menteri, gubernur, sampai di tingkat kelurahan/desa, bisa bersikap seperti ajaran Ki Hadjar Dewantara, masyarakat tentu akan mengikutinya. Tidak perlu revolusi mental, cukup contoh perilaku pemimpin saja.

JOEWONO W

Jl Kelud Utara, Semarang

Telepon Rusak

Sejak enam bulan ini telepon rumah saya tidak henti-hentinya mengalami gangguan. Kadang-kadang tiga atau empat hari hidup lalu mati lagi selama beberapa hari. Keadaan ini berlanjut terus sampai saat ini.

Saya sudah bosan melapor ke 147 maupun mendatangi kantor Telkom di Denpasar menyampaikan masalah yang saya alami. Kadang-kadang laporan ditindaklanjuti, keesokan harinya berfungsi. Namun, beberapa hari kemudian mati lagi.

Nomor telepon saya di Denpasar 0361 2466xx dan 0361 2570xx, di Ubud 0361 9774xx dan 03619733xx. Semua mati.

Telepon tersebut sangat vital karena menjadi alat kerja usaha kecil saya. Apabila telepon mati, saya tidak bisa berkomunikasi langsung, menggunakan internet, ataupun mesin faksimile.

Kita semua tahu betapa tidak berdayanya usaha tanpa internet di zaman sekarang.

EDDY KARMAWAN

Jl Tukad Batu Agung, Denpasar

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Juni 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger