Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 06 Juni 2017

TAJUK RENCANA: Duka London dan Langkah Baru (Kompas)

Inggris tercitra sebagai negara tua, maju, dan canggih. Ada dinas rahasia militer yang legendaris, MI5 untuk domestik dan MI6 untuk asing di sana. 

Juga ada lakon karangan Ian Fleming—James Bond— yang di layar perak begitu piawai mengamankan dan menyelamatkan negara dari bahaya. Cerita film James Bond seperti "Skyfall" dan terakhir "Spectre" bahkan melukiskan kecanggihan menaklukkan musuh pada era informasi dan intelijen global. Juga ada Scotland Yard, Dinas Kepolisian Metropolitan yang bertanggung jawab atas keamanan ibu kota Britania Raya. Semua itu melahirkan ekspektasi bahwa London dan Inggris mestinya tidak atau sulit ditembus kejahatan, termasuk terorisme.

Akan tetapi, dalam tiga bulan terakhir, Inggris mengalami tiga kali serangan teroris. Maret lalu, di Jembatan Westminster, aksi teror menewaskan 5 orang; minggu lalu di Manchester menewaskan 22 orang; dan Sabtu malam lalu menewaskan 7 orang dan melukai 48 lainnya, banyak di antaranya dalam kondisi kritis.

Kita di Indonesia yang juga berkali-kali mengalami serangan teror, terakhir di Kampung Melayu, ikut merasakan duka dan keprihatinan atas jatuhnya korban dalam serangan terakhir di London. Apa salah warga yang menikmati malam Minggu di London Bridge dan di Borough Market sehingga mereka harus jadi sasaran. Itu pertanyaan sama yang kita ajukan untuk korban serangan di Kampung Melayu.

Dalam jajak pendapat di harian ini, Senin (5/6), disebutkan, publik setuju negara tegas pada terorisme. Polisi London pun bereaksi cepat. Hanya delapan menit setelah menerima telepon darurat, mereka tak hanya tiba di tempat kejadian, tetapi juga menembak mati tiga teroris.

Selain memuji kesigapan polisi, kita simak pernyataan Perdana Menteri Inggris Theresa May. Meski dalam perencanaan dan eksekusi ketiga serangan terakhir tidak berkaitan, yang jelas Inggris kini menghadapi tren ancaman baru terorisme.

Untuk menanggulanginya, May mengusulkan empat langkah. Pertama, mengalahkan ideologi ekstremisme yang mendasari aksi. Ini tidak bisa dilakukan hanya dengan intervensi militer semata. Kedua, ideologi jahat ini tak boleh diberi ruang untuk tumbuh, termasuk pengaturan baru untuk penggunaan ruang siber. Ketiga, tetap menggunakan kekuatan militer untuk menghancurkan ISIS di Irak dan Suriah. Keempat, menyusun strategi baru, mengingat ancaman yang dihadapi makin kompleks, lebih terfragmentasi, juga lebih tersembunyi.

Dengan pengalamannya, Inggris bisa saja menyusun langkah mandiri menghadapi terorisme. Kita juga mencatat, modus yang sering dipakai teroris di satu negara dipakai juga di negara lain. Ini mengandung pesan, strategi untuk menghadapinya pun dapat dikerjasamakan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Juni 2017, di halaman 6 dengan judul "Duka London dan Langkah Baru".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger