Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 19 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Biarlah Hukum Bekerja (Kompas)

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan KTP elektronik.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyebutkan, Novanto telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dalam proyek senilai Rp 5,84 triliun yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun. Proyek pengadaan KTP elektronik terjadi pada periode tahun 2011-2013. Dua terdakwa dari jajaran kementerian dalam negeri telah diadili dan tinggal menunggu vonis.

Gelagat Novanto bakal terjerat kasus itu sudah lama terdengar. Namun, Novanto dalam keterangannya bersama unsur pimpinan DPR lain membantah tuduhan KPK itu. "Insya Allah apa yang dituduhkan itu tidak benar," kata Novanto. Novanto menegaskan akan mengikuti dan menghormati proses hukum.

Unsur pimpinan DPR kompak menegaskan tidak ada perubahan unsur pimpinan DPR. Novanto akan tetap memimpin DPR sampai kasusnya berkekuatan hukum tetap. Berdasarkan kajian badan keahlian DPR, berdasarkan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD, anggota DPR yang berstatus tersangka tidak harus mundur sebagai anggota DPR. Partai Golkar pun, melalui Ketua Harian Nurdin Halid dan Sekjen Idrus Marham, menegaskan tidak akan menggelar munas atau munas luar biasa untuk menyikapi status hukum yang menjerat Novanto.

Sikap politik Golkar dan langkah hukum yang diambil Novanto haruslah dihormati. Tuduhan dan bantahan adalah hal biasa. Biarlah KPK membuktikan tuduhan yang ditujukan kepada Novanto dalam persidangan di pengadilan korupsi. Sejauh mana peran Novanto dalam kasus pengadaan KTP elektronik, bersama birokrat dan pengusaha, dan siapa yang mendapat keuntungan menjadi tanggung jawab KPK untuk membuktikannya. Biarlah proses hukum bekerja dan kita semua mengawasinya.

Partai Golkar, partai yang punya pengalaman politik begitu panjang, akan bisa mengatasi turbulensi yang menerpa ketua umumnya tanpa harus menimbulkan kegaduhan politik. Kasus itu bukan yang pertama kali terjadi di Partai Golkar. Apa pun pilihan dan langkah politik Partai Golkar dalam menyikapi status tersangka yang menimpa ketua umumnya, bisa saja berdampak pada Partai Golkar itu sendiri. Proses hukum sampai putusan berkekuatan hukum tetap akan memakan waktu panjang.

Kita pun berkeyakinan anggota DPR punya rasionalitas dan standar kepantasan sendiri untuk menyikapi perkembangan politik mutakhir. Itu karena, selain undang-undang dan hukum, ada juga standar etika dan kepantasan yang seharusnya menjadi pedoman. Ketetapan MPR No VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa bisa menjadi pedoman berperilaku bagi para penyelenggara negara.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Biarlah Hukum Bekerja".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger