Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 20 Juli 2017

TAJUK RENCANA: Pilihan Sulit yang Harus Diambil (Kompas)

Krisis di Marawi ternyata tak mudah diselesaikan. Presiden Filipina Rodrigo Duterte pun harus memperpanjang masa darurat militer.

Masa 60 hari darurat militer yang diberlakukan di Pulau Mindanao sejak 23 Mei akan berakhir pada Sabtu, 22 Juli. Dengan dua-tiga hari tersisa, Duterte berpendapat, pertempuran yang dihadapi Angkatan Bersenjata Filipina untuk merebut kembali Marawi belum dapat diakhiri.

Darurat militer diberlakukan setelah kelompok separatis pimpinan Abdullah dan Omar Maute serta Isnilon Hapilon menduduki sebagian kota Marawi. Kelompok yang telah menyatakan kesetiaan kepada Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) terus bertahan di wilayah selatan kota meski digempur serangan udara pasukan Pemerintah Filipina.

Oleh karena itu, Duterte pun mengajukan perpanjangan masa darurat militer ke Kongres Filipina. Berdasarkan pengalaman penerapan masa darurat militer pertama, pemerintah mengajukan perpanjangan darurat militer hingga 31 Desember.

Manila beralasan, perpanjangan itu diperlukan agar pasukan Filipina dapat melanjutkan operasi pembebasan kota Marawi tanpa terpancang tenggat waktu. Juga agar pemerintah bisa fokus untuk merebut Marawi hingga masa rehabilitasi dan pembangunan kembali.

Namun, tidak semua pihak mendukung perpanjangan ini. Sejumlah massa turun ke jalan di Manila, menolak penerapan darurat militer. Anggota senat pun bersuara menentang. Masa darurat militer yang terlalu lama bisa membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan. Apalagi, Duterte dinilai punya kecenderungan bersikap otoriter.

Keberatan sebagian rakyat Filipina ini sangat bisa dipahami. Mereka memiliki trauma dengan sejarah kelam pemberlakuan darurat militer di seluruh negeri selama satu dekade (1972-1981) pada pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos. Darurat militer memungkinkan pengintaian dan penangkapan tanpa surat perintah, hal yang umum berlaku sesuai hukum pada situasi normal.

Cara memandang ancaman keamanan secara berlebihan ini dinilai bisa memberi pembenaran kepada penguasa untuk bersikap keras kepada kelompok yang berbeda pendapat. Apalagi, kekuasaan yang berlebihan bisa sangat melenakan dan membuka peluang penyelewengan.

Namun, keberadaan kelompok Maute yang terafiliasi dengan NIIS tak hanya menjadi ancaman bagi Filipina, tetapi juga bagi kawasan. Penerapan darurat militer dalam batas tertentu adalah pilihan yang harus diambil, dan Kongres sebagai wakil rakyat Filipina perlu mengawasi agar penerapannya tidak disalahgunakan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Juli 2017, di halaman 6 dengan judul "Pilihan Sulit yang Harus Diambil".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger