Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 13 Juli 2017

Terapkan Ekowisata di Baduy//Iuran Dobel//Kereta ke Tasikmalaya (Surat Kepada Redaksi Kompas)

Terapkan Ekowisata di Baduy

Saya tertarik menyimak kisah Saudara Mohamad Fazri di Surat Kepada Redaksi harian Kompas (Sabtu, 1/7) perihal pengalamannya berwisata ke Baduy, Banten selatan. Wisatawan harus menghadapi pemandu wisata yang bergantian datang meminta uang jasa.

Pengalaman itu sesungguhnya bukan cerita baru. Banyak wisatawan yang kecewa pulang dari Baduy karena kegiatan wisata di situ tidak dikelola secara saksama. Perilaku buruk oknum-oknum pemandu lokal sungguh tidak menguntungkan bagi pembangunan wisata Baduy secara berkelanjutan. Selain itu, kegiatan wisata Baduy yang menerapkan sistem wisata massal juga tidak menguntungkan bagi suku Baduy dan lingkungannya.

Akibatnya, dampak negatif lebih besar dari dampak positif. Selain peristiwa yang dialami Saudara Fazri, berbagai kerusakan ekosistem tak terhindarkan. Sampah-sampah berserakan, seperti botol dan kaleng bekas minuman dan makanan, dan aneka plastik bekas pembungkus, karena memang tidak ada pengelolaan sampah.

Perjalanan para pengunjung di jalan-jalan setapak di bukit-bukit terjal juga memicu berbagai longsoran tanah. Warga Baduy Dalam juga sering tidak nyaman saat rumahnya dipakai menginap wisatawan, terutama saat berlangsung kunjungan massal, karena para wisatawan tidur berdesakan di rumah-rumah penduduk.

Padahal, penduduk Baduy Dalam memerlukan istirahat memadai pada malam hari mengingat siang harinya mereka sibuk di ladang (huma). Tidak hanya itu, pada pagi hari para wisatawan yang menginap juga berebut mandi di sungai, yang berpotensi mencemari sungai mereka.

Padahal, orang Baduy sudah berusaha mengelola daerahnya secara saksama, berlandaskan tradisi turun-temurun. Misalnya saja, orang Baduy sudah membagi wilayah dalam beberapa zonasi berdasarkan kesakralannya. Kawasan Baduy Dalam di selatan dianggap paling sakral. Makin ke utara, nilai kesakralan berkurang, seperti kawasan Baduy Luar (Panamping). Oleh karena itu, maraknya rombongan wisatawan berkunjung ke Baduy Dalam sejatinya kurang disenangi oleh warga Baduy Dalam.

Karena itu, kawasan Baduy harus dikelola dengan model ekowisata. Wisatawan yang menginap dibatasi dengan jumlah dan aturan-aturan yang tidak merusak adat budaya dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan tujuan wisatawan yang ingin belajar kearifan lokal masyarakat Baduy.

JOHAN ISKANDAR

Jalan Permai, Kompleks Cipadung Permai, Bandung 40614

Iuran Dobel

Membaca Surat Kepada Redaksi (Senin, 12/6) dari Bapak Deddy Windyarso (sebagai peserta BPJS Kesehatan -Red) mengingatkan saya akan pengalaman serupa.

Hal itu juga terjadi pada diri saya, Johannes Arifin Gondokusumo, dengan Nomor VA Kepala Keluarga 0002216598884, jumlah anggota keluarga: 02.

Pembebanan dobel itu terjadi pada iuran bulan Juni 2017. Seharusnya Rp 160,000 untuk dua orang, tetapi saya dibebani Rp 320.000. Ke mana saya harus meminta koreksi terhadap kesalahan itu?

J ARIFIN GONDOKUSUMO

Kopo Permai, Sukamenak, Kabupaten Bandung

Kereta ke Tasikmalaya

Saya usul agar diadakan kereta baru khusus Tasikmalaya-Gambir atau Tasikmalaya-Senen. Namanya bisa Galunggung, Priangan, Tasikjaya. Kelasnya bisa campuran, ekonomi dan premium.

Selama ini rute Jakarta-Tasikmalaya hanya dilayani kereta Serayu dari Purwokerto. Saat musim liburan, tiket langsung habis sejak penjualan perdana.

Saat ini jumlah penumpang asli Tasikmalaya sudah banyak dan layak dilayani kereta tersendiri. Terbukti Wings Air berani merintis penerbangan langsung Tasikmalaya-Halim Perdana kusuma, Jakarta, dan tiket terbang perdana 1 Juli langsung ludes.

Transportasi umum Tasikmalaya-Jakarta menggunakan bus, dengan sistem pembayaran tiket yang tradisional: langsung di atas bus. Penumpang harus berebut kursi saat puncak liburan.

Jalur darat Tasikmalaya-Jakarta sudah terlampau padat saat peak season. Jarak tempuh normal 5 jam bisa menjadi 10-12 jam. Akibatnya, kami sekeluarga selalu kesulitan jika ingin pulang ke Tasikmalaya saat puncak.

A H WIDYAPRABAWA

Jalan Kakatua, Jurangmangu Timur, Pondok Aren, Tangerang Selatan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Juli 2017, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger