Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 25 September 2017

TAJUK RENCANA: Berjuang melalui Dewan Keamanan (Kompas)

Konstitusi menetapkan kita ikut aktif melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ini menjadi landasan kuat bagi Pemerintah Indonesia untuk mencalonkan diri keempat kalinya menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa periode 1 Januari 2019-31 Desember 2020. Dalam tiga kesempatan sebelumnya, yakni tahun 1974-1975, 1995-1996, dan 2007-2008, Indonesia tak kesulitan bergabung dalam badan PBB yang paling strategis ini.

Dari enam perangkat utama PBB, Dewan Keamanan adalah badan yang berpengaruh besar dan menentukan wajah dunia. Di lembaga yang terdiri dari 5 anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap inilah arah dan kebijakan PBB ditentukan.

Di antara kewenangan Dewan Keamanan adalah menentukan pencalonan anggota baru, merekomendasi kandidat Sekretaris Jenderal PBB, dan penunjukan hakim Mahkamah Internasional (ICJ). Sanksi bagi negara yang mengancam perdamaian, melakukan kejahatan perang, atau melanggar norma internasional juga digodok di sini.

Karena itu, langkah pemerintah untuk menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB selayaknya didukung. Dengan menjadi anggota, Indonesia bisa berperan lebih besar menjalankan visi dan kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Itu termasuk memperjuangkan hal yang selama ini menjadi perhatian Indonesia, seperti kemerdekaan Palestina dan membantu mereka menjadi anggota penuh PBB serta menyelesaikan isu pengungsi Rohingya, isu radikalisme, dan terorisme di kawasan.

Pemilihan akan dilakukan pada Juni 2018. Indonesia bersaing dengan Maladewa memperebutkan kursi yang ditinggalkan Kazakhstan sebagai wakil Asia Pasifik. Tidak heran, Pemerintah Indonesia memanfaatkan Sidang Umum PBB pekan lalu, saat kepala negara, pemerintahan, dan perwakilan 193 negara berkumpul di New York, untuk menggalang dukungan sebanyak-banyaknya.

Sejauh ini pemerintah optimistis bisa mendapatkan minimal 129 suara dari 193 suara yang dibutuhkan. Apalagi, Indonesia punya keunggulan karena telah bergabung dengan misi operasi perdamaian PBB sejak 1957. Saat ini 2.700 personel pasukan perdamaian Indonesia bergabung dengan sembilan misi operasi PBB, dan berkomitmen menambah 1.040 personel lagi hingga 2019. Dengan semua dukungan itu, Indonesia bisa berharap kembali dapat berperan aktif menciptakan perdamaian.

Sambil mendorong reformasi PBB, baik dalam birokrasi maupun hal paling sulit terkait hak veto lima negara anggota tetap Dewan Keamanan, cara terbaik memperbaiki situasi adalah bergabung dalam badan yang paling berpengaruh untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 September 2017, di halaman 6 dengan judul "Berjuang melalui Dewan Keamanan".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger