Bergabungnya Indonesia ditandai dengan diserahkannya instrumen aksesi Indonesia atas Protokol Madrid oleh Menteri Hukum dan HAM RI kepada Dirjen World Intellectual Property Organization (WIPO) di Geneva, Swiss, saat penyelenggaraan Sidang Umum WIPO.

Penyerahan dilakukan setelah selesainya proses aksesi perjanjian internasional di dalam negeri melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2017. Hal ini merupakan komitmen pemerintah, seperti disampaikan Presiden Jokowi kepada Dirjen WIPO saat berkunjung ke Indonesia 19 September 2017.

Protokol Madrid merupakan perjanjian internasional yang disepakati negara anggota WIPO pada 1989 sebagai dasar hukum pembentukan Sistem Madrid untuk pendaftaran internasional merek. Sistem Madrid berupaya membentuk satu sistem pendaftaran merek yang sederhana lewat kantor pendaftaran merek setempat, bahasa lokal, biaya tunggal, dan mata uang lokal. Dengan demikian, pemilik merek di Indonesia dapat menggunakan Sistem Madrid untuk mendaftarkan merek dan memperoleh perlindungan tak hanya di Indonesia, tetapi juga di 116 wilayah negara pihak dalam Protokol Madrid dengan mudah.

Survei Khusus Ekonomi Kreatif (SKEK) yang dilakukan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengetahui perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia pada 2016 menghasilkan indikator makroekonomi yang meliputi data produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif, ekspor barang ekonomi kreatif, dan tenaga kerja ekonomi kreatif.

Berdasarkan SKEK diketahui PDB ekonomi kreatif yang tercipta pada 2015 sebesar Rp 852 triliun. PDB ekonomi kreatif tumbuh 4,38 persen pada 2015, dari Rp 784,8 triliun pada 2014. Ekonomi kreatif memberikan kontribusi 7,38 persen terhadap total perekonomian nasional. Kuliner, fashion, dan kriya adalah tiga subsektor ekonomi kreatif dengan sumbangan terbesar terhadap PDB ekonomi kreatif.

Nilai ekspor barang ekonomi kreatif pada 2015 sebesar 19,4 miliar dollar AS, meningkat 6,6 persen dibandingkan 2014 yang sebesar 18,2 miliar dollar AS. Dalam neraca ekspor nasional, ekspor ekonomi kreatif masuk dalam kategori ekspor nonmigas, yang pada 2014-2015 secara umum mengalami penurunan, tetapi ekspor ekonomi kreatif justru mengalami penguatan. Lima negara tujuan ekspor terbesar adalah AS (31,72 persen), Jepang (6,74 persen), Taiwan (4,99 persen), Swiss (4,96 persen), dan Jerman (4,56 persen).

Menurut SKEK, penduduk Indonesia yang bekerja di sektor ekonomi kreatif pada 2015 berjumlah 15,9 juta orang. Sekitar 53,68 persen tenaga kerja ini adalah perempuan. Bandingkan dengan proporsi jumlah perempuan dalam struktur tenaga kerja Indonesia tahun 2015 yang hanya sekitar 37,16 persen.

Struktur tenaga kerja ekonomi kreatif masih didominasi tenaga kerja berpendidikan SMA sederajat (57,2 persen) sehingga masih butuh dukungan dalam hal pendidikan dan pelatihan SDM.

Sekitar 92,37 persen usaha di sektor ekonomi kreatif masih menggunakan modal sendiri. Hanya sedikit yang menggunakan perbankan sebagai sumber pembiayaan. Hal ini karena aset utama usaha ekonomi kreatif umumnya aset tak berwujud berupa hak kekayaan intelektual (HKI), bukan aset berwujud yang dapat dijadikan jaminan pinjaman di bank. Namun, menurut SKEK, hanya 11,05 persen usaha ekonomi kreatif memiliki HKI terdaftar, seperti merek, paten, dan desain industri.

Pengembangan pasar internasional

Selama ini Bekraf telah memberikan dukungan kepada pelaku ekonomi kreatif yang telah terkurasi untuk menampilkan produknya di luar negeri dalam berbagai kesempatan. Contohnya, di Ambiente, SXSW, Salone del Mobile Milano, Venice Art Biennale, OzAsia, Cebit, NYNow, Arab Fashion Week, dan Tokyo Games Show. Lewat cara ini, terbuka akses bagi pelaku ekonomi kreatif untuk bertemu dengan calon mitra usaha dan investor di luar negeri dalam rangka mengembangkan usaha mereka ke pasar internasional.

Dalam mengembangkan usaha mereka, khususnya untuk mengekspor produk ke pasar internasional, aspek perlindungan HKI atas produk tersebut, terutama merek, menjadi hal yang penting diperhatikan. Dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota Protokol Madrid, pemilik merek Indonesia yang ingin mendaftarkan mereknya di beberapa negara kini tinggal mendaftarkan mereknya melalui Ditjen Kekayaan Intelektual saja. Tak perlu datang sendiri ke negara tujuan pendaftaran atau menunjuk kuasa di masing-masing negara tujuan pendaftaran merek. Cara ini memangkas banyak waktu dan biaya.

Calon mitra usaha dan investor akan lebih yakin bekerja sama dengan pelaku ekonomi kreatif yang telah terlindungi mereknya di beberapa negara tujuan ekspor. Bagi calon mitra usaha dan investor, ini juga akan mempermudah pengembangan usaha untuk pasar internasional di masa mendatang. Posisi tawar pelaku ekonomi kreatif pun jadi lebih baik saat berhadapan dengan mitra usaha dan investor.

Perlindungan HKI menjadi sedemikian penting karena HKI adalah esensi dari ekonomi kreatif. HKI memberikan nilai tambah terhadap suatu produk. Tanpa HKI, produk yang diperdagangkan hanya akan menjadi komoditas. Bekraf selama ini telah membantu memfasilitasi pendaftaran HKI di tingkat nasional, khususnya merek, untuk pelaku ekonomi kreatif dengan skala ekonomi mikro dan kecil di berbagai pelosok Tanah Air lewat bantuan teknis dan finansial. Sejak 2016, Bekraf telah memfasilitasi sekitar 2.000 permohonan pendaftaran HKI.

Untuk mewujudkan harapan Presiden Jokowi agar ekonomi kreatif menjadi tulang punggung ekonomi nasional, Bekraf juga berencana memfasilitasi pendaftaran merek pelaku ekonomi kreatif skala mikro dan kecil di beberapa negara tujuan ekspor