Perundingan damai Suriah sudah delapan kali digelar, tetapi sejauh ini belum ada kemajuan yang berarti. Pihak oposisi tetap pada tuntutannya agar Presiden Bashar al-Assad turun jabatan, sementara delegasi pemerintah menolak agenda penurunan Assad.

Delegasi pemerintah hadir di Geneva setelah mendapat jaminan dari Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura, untuk tak mengagendakan posisi Assad. Sebelumnya, delegasi oposisi telah bertemu Mistura dan menyatakan bersedia berunding langsung dengan delegasi pemerintah.

Namun, kesediaan ini belum mendapat sambutan delegasi pemerintah. Mistura ingin perundingan membuahkan hasil terkait dengan pembuatan konstitusi baru Suriah. September lalu, Mistura meminta kelompok yang berlawanan untuk realistis karena tidak mungkin memenangi pertempuran setelah Pemerintah Suriah mendapat dukungan dari Rusia, Iran, dan Turki.

Setahun setelah kejatuhan kota Aleppo ke tangan pasukan pemerintah, Assad dan sekutunya meraih banyak kemenangan. Dan, sejak tahun 2012 sejumlah perundingan telah dilangsungkan, tetapi sejauh ini belum mencapai kemajuan yang berarti.

Sepekan sebelum hadir di Geneva, Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman, telah mempertemukan semua kelompok oposisi di Riyadh. Namun, pertemuan itu tidak memunculkan alternatif baru penyelesaian politik, kecuali menurunkan Assad dari kursi kepresidenan.

Negara-negara Barat prihatin akan keterlibatan Rusia yang terlalu dalam pada perundingan damai ini. Pengamat menyatakan, Rusia tidak dapat menyelesaikan soal Suriah tanpa legitimasi PBB. Rusia tidak boleh memaksakan rencananya sendiri dalam menyelesaikan Suriah.

Di tengah upaya perundingan damai, korban akibat perang saudara di Suriah terus berjatuhan. Terakhir, pasukan pemerintah menyerang distrik bagian timur Ghouta yang menewaskan belasan jiwa. Padahal, sejak tahun 2011 tak kurang dari 350.000 jiwa dan jutaan pengungsi keluar dari negeri ini.