Terbitnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) adalah bagian mengkriminalkan pimpinan KPK. Situasi yang terus berulang ini menandakan, KPK yang diperkirakan banyak orang sebagai lembaga superbody itu sebenarnya rapuh. Ketika dukungan kepemimpinan nasional tidak terlalu kokoh, ketika kekuasaan terpolarisasi, dan perselingkuhan kepentingan antara berbagai kelompok terjadi, itu akan dengan mudah melumpuhkan KPK.

Terbitnya SPDP atas terlapor Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada 6 November 2017 berpotensi menciptakan kegaduhan antara KPK dan Polri. Agus dan Saut dilaporkan Sandy Kurniawan dari firma hukum Yunadi & Associates pada 9 Oktober 2017.. Pelaporan itu didasari surat pencegahan Setya Novanto kepada Kementerian Hukum dan HAM pada 2 Oktober 2017. Pada 29 September 2017, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan, penetapan Novanto sebagai tersangka pengadaan KTP elektronik tidak sah. SPDP Polri diterbitkan 6 November 2017, empat hari setelah KPK mengirimkan SPDP kepada Ketua DPR Setya Novanto.

Secara teoretis, terbitnya SPDP selalu terkait dengan adanya tersangka. Namun, sebagaimana dikatakan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto, belum ada tersangka dalam kasus itu. Dalam SPDP memang tidak ada katatersangka, tetapi tertulis terlapor.

Jika Polri mengumumkan status tersangka untuk Agus dan Saut, kedua unsur pimpinan KPK itu harus nonaktif dan mundur dari KPK. Sejarah kembali terulang. Sebelumnya, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto nonaktif sebagai pimpinan KPK setelah menyandang status tersangka. Hal serupa pernah dialami pimpinan KPK sebelumnya, yakni Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, dalam kasus yang dikenal sebagai "cicak-buaya".

Di sinilah sebenarnya titik terlemah dari KPK. Begitu polisi mengamini laporan masyarakat terhadap pimpinan KPK—terlepas kebenaran dan kualitas dari laporan itu—dengan mengumumkan status tersangka komisioner KPK, lumpuhlah KPK.. KPK dan Polri haruslah sama-sama berhati-hati agar tidak malah ribut sendiri.

Penerbitan SPDP atas Agus dan Saud adalah isu sensitif dan berpotensi memicu kegaduhan baru antara KPK dan Polri. Apalagi, adanya SPDP itu disampaikan kepada publik, antara lain oleh kuasa hukum Setya Novanto.