Perlawanan melalui jalur hukum itu wajar saja. Adu strategi dan siasat hukum adalah hal yang lumrah. Begitu juga halnya dengan langkah Ketua DPR Setya Novanto untuk melaporkan pimpinan KPK ke Badan Reserse Kriminal Polri, atau mengajukan lagi permohonan praperadilan, menyusul penetapan kembali Novanto sebagai tersangka.

Langkah itu akan diambil kuasa hukum Novanto. Sebagaimana dikutip harian ini, kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan, pihaknya akan melaporkan pimpinan KPK ke Bareskrim Polri atas tuduhan penyalahgunaan wewenang. Menurut Fredrich, penetapan kembali Novanto sebagai tersangka menunjukkan KPK tidak mematuhi putusan praperadilan yang membatalkan status tersangka Novanto.

Sebelumnya, seorang advokat Sandy Kurniawan juga melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang ke Bareskrim Polri. Bahkan, pihak Bareskrim telah menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atas terlapor Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.

Putusan praperadilan hakim Cepi Iskandar, Jumat, 30 September 2017, menyatakan penetapan status tersangka Novanto tidak sah. Sebaliknya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, KPK telah melakukan penyelidikan baru dengan memeriksa sejumlah saksi. Setelah menemukan dua bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka.

Kita berharap semuanya tetap bermain dalam koridor hukum. Pihak kepolisian pun harus berhati-hati menanggapi pelaporan pimpinan KPK oleh kuasa hukum Novanto. Penelaahan bukti materiil serta keterkaitan Pasal 50 KUHP harus menjadi perhatian Polri.

Mengajukan permohonan praperadilan untuk kedua kalinya juga bisa saja dilakukan kuasa hukum Novanto. Karena itulah, KPK juga harus siap mengantisipasi putusan praperadilan yang kadang tidak berpihak kepada KPK. Salah satu bentuk antisipasi KPK adalah mempercepat persidangan pokok perkara. Dengan dibukanya persidangan pokok perkara, celah praperadilan menjadi pupus.

Perasaan tidak adil bisa saja muncul dari kubu Novanto. Karena realitasnya, ada putusan praperadilan yang diikuti KPK, tetapi ada juga yang tidak diikuti KPK. Dalam posisi itu, perasaan diperlakukan tidak adil bisa saja muncul.