Sangat bisa dipahami bahwa keputusan Trump tersebut menuai reaksi dari lunak hingga sangat keras; dari mengkritik hingga mengecam dari berbagai negara di dunia pencinta damai, termasuk dari Indonesia, dan bahkan dari PBB. Indonesia secara tegas mengecam keras pengakuan secara sepihak yang dilakukan AS tersebut. Presiden Joko Widodo meminta agar AS mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.

Hari Selasa, Menlu Retno LP Marsudi sudah memperingatkan agar AS tidak mengambil langkah tersebut dan tidak memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Jerusalem. Sebab, hal tersebut akan menempatkan proses perdamaian Israel-Palestina dalam bahaya. Kebijakan AS akan merusak stabilitas dan perdamaian tidak hanya Timur Tengah, tetapi juga dunia. Namun, AS tetap tidak peduli.

Keputusan Trump yang disampaikan hari Rabu itu telah menabrak berbagai ketentuan dan aturan yang ada, termasuk status hukum Jerusalem. Sejak diterbitkannya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 181 Tahun 1947, sebenarnya status Jerusalem adalah di bawah kontrol internasional.

Dalam resolusi tersebut jelas disebut bahwa Jerusalem adalah corpus separatum. Menurut Resolusi 181, Jerusalem dinyatakan sebagai corpus separatum (entitas terpisah). Artinya, tidak menjadi bagian Arab ataupun Israel. Jerusalem, dengan demikian, ada di bawah rezim internasional khusus dan dikelola oleh Dewan Perwalian atas nama PBB.

Meskipun secara de facto, sejak akhir perang 1967, seluruh Jerusalem (Timur dan Barat) dikuasai Israel, masyarakat internasional tidak mengakui bahwa seluruh kota itu milik Israel. Karena itu, kedutaan-kedutaan besar negara-negara yang berhubungan diplomatik dengan Israel tidak di Jerusalem, tetapi di Tel Aviv.

Sejak saat itu, nyaris masalah Jerusalem tidak pernah dibicarakan dalam perundingan perdamaian. Jerusalem baru disinggung dalam kesepakatan Oslo (1993). Baru pada Perjanjian Oslo 1 (1993), juga dalam Deklarasi Washington 1994, Kesepakatan Sementara Israel-Palestina (1995), Rencana Perdamaian Arab Saudi (2002), "Roadmap" Kuartet (2003), dan sejumlah usulan perdamaian. Akan tetapi, semuanya belum menghasilkan kesepakatan tentang status akhir Jerusalem. Kedua belah pihak sama-sama menginginkan Jerusalem sebagai ibu kotanya.