Hari Gizi (Buruk) di Papua
Menurut catatan, Kamis, 25 Januari lalu, diperingati sebagai Hari Gizi dan Makanan Nasional. Momen ini sangat tepat mengingatkan kita bahwa nun jauh di belahan timur Nusantara—tanah Papua—tengah terjadi tragedi kemanusiaan anak bangsa. Kado ironis bagi Hari Gizi dan Makanan Nasional tahun ini.
Menurut data yang tersua di Kompas edisi 22 Januari lalu, 67 anak Asmat meninggal karena campak, tuberkulosis, dan gizi buruk. Hiruk-pikuk pilkada serentak 2018 nyaris menenggelamkan pemberitaan bencana kesehatan yang menimpa Asmat.
Populasi Asmat yang sekitar 170.000 jiwa harus memperoleh pertolongan, segera diselamatkan, karena ini tugas dan kewajiban kita semua.
Gizi buruk masih menjadi masalah yang hingga kini belum tuntas tertangani dan terselesaikan. Pembangunan nasional tiada arti jika tidak diikuti dengan pembangunan bidang kesehatan dan pendidikan secara memadai. Kita tidak tahu, karena luasnya Nusantara, apakah ada kasus serupa yang belum terungkap di daerah lain.
Hari Gizi dan Makanan Nasional tahun 2018 ini diharapkan jadi momentum bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mencanangkan program nasional perbaikan gizi dan makanan bagi anak-anak melalui program nyata yang menjangkau dan menyentuh semua lapisan masyarakat tanpa kecuali.
Budi Sartono
Graha Bukit Raya, Cilame, Kabupaten Bandung Barat,
Jawa Barat
Belum Merdeka dari Kelalaian
Indonesia sudah 73 tahun merdeka sebagai negara, tetapi belum merdeka dari kelalaian. Tak jarang terjadi di negeri ini malapetaka hanya karena kelalaian. Salah satu malapetaka karena kelalaian itu adalah meninggalnya 67 anak di Asmat, Papua, karena penyakit campak dan gizi buruk.
Sepengetahuan saya sebagai orang kelahiran Papua (Merauke), pada masa pemerintahan Belanda belum pernah ada kasus kematian sebanyak itu di Papua dalam waktu singkat karena campak dan gizi buruk.
Untuk melindungi anak-anak dari bahaya penyakit menular dan buruk gizi, dinas kesehatan Pemerintah Belanda membentuk lembaga khusus yang dikenal masyarakat dengan sebutan "kaesbe (KSB)", singkatan dari bahasa Belandakinder sterfte bestrijding, pemberantasan kematian anak.
Sesuai dengan tugasnya, rombongan petugas KSB secara teratur mondar-mandir masuk-keluar kampung baik di kota maupun di pedalaman untuk memantau kesehatan ibu hamil dan anak-anak, mengimunisasi bayi-bayi yang baru lahir beberapa saat dan bayi-bayi yang belum diimunisasi, juga memberi penyuluhan tentang hidup sehat, makanan bergizi berimbang, cara memberantas penyakit malaria, dan sebagainya.
Warga pedalaman yang jumlahnya hanya sedikit dan berpindah-pindah tempat tinggal dapat dijangkau pahlawan KSB meski harus menjelajahi hutan rimba, menggunakan perahu atau rakit bambu, untuk melintasi rawa-rawa dan kali yang dihuni buaya rawa.
Atas meninggalnya 67 anak karena campak dan gizi buruk, saya bertanya-tanya, apa kerja dinas dan petugas kesehatan di Papua itu?
Willibrord DU Fadir
Jalan Ciburuy,
Kampung Sukamaju,
Padalarang, Jawa Barat
Tanggapan BCA
Menanggapi keluhan Bapak Amos Rizal yang disampaikan melalui surat pembacaKompas (16/1), "Uang Tertahan di Bank DKI", perkenankan kami menyampaikan terima kasih atas perhatian dan kepercayaan yang telah diberikan kepada PT Bank Central Asia Tbk.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut, dapat kami informasikan bahwa petugas BCA telah memberikan penjelasan dan penyelesaian permasalahan pada 19 Januari 2018. Sekali lagi, kami mohon maaf atas kekurangnyamanan yang dialami beberapa waktu lalu.
Dwi Narini
Biro Hubungan Masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar