WAWAN H PRABOWO

Suap Pilkada Garut – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan (kanan) didampingi anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (kiri) menanggapi penangkapan Ketua Panwaslu Kabupaten Garut Heri Hasan Basri bersama bersama Komisioner KPU Kabupaten Garut Ade Sudrajad Garut terkait Pilkada 2018 di Kantor Bawaslu, Jakarta, Minggu (25/2). Heri dan Ade ditangkap tangan oleh kepolisian lantaran diduga menerima suap untuk meloloskan salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Garut.

Penangkapan komisioner KPU dan Ketua Panwaslu Garut adalah skandal besar dalam praktik demokrasi. Alarm telah berbunyi bahwa politik uang adalah nyata.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto (dua dari kiri) menunjukkan barang bukti slip transfer antar bank terkait kasus dugaan suap dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Garut 2018 di Bandung, Senin (26/2). Penyidik akan memeriksa bakal pasangan calon Soni Sondani-Usep Nurdin dari jalur perseorangan, yang tim pemenangannya, Didin Wahyudin telah ditetapkan sebagai tersangka.
SAMUEL OKTORA

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto (dua dari kiri) menunjukkan barang bukti slip transfer antar bank terkait kasus dugaan suap dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Garut 2018 di Bandung, Senin (26/2). Penyidik akan memeriksa bakal pasangan calon Soni Sondani-Usep Nurdin dari jalur perseorangan, yang tim pemenangannya, Didin Wahyudin telah ditetapkan sebagai tersangka.

Komisioner KPU Garut, Ade Sudrajat, dan Ketua Panwaslu Garut Heru Hasan Basri ditangkap polisi atas dugaan menerima suap dari seseorang berinisial D terkait penetapan calon kepala daerah dalam Pilkada Garut. Dari hasil pemeriksaan, D telah memberikan satu mobil Daihatsu Sigra untuk Ade Sudrajat dan mentransfer uang Rp 10 juta untuk Heru Hasan Basri. Belum diketahui untuk kepentingan pasangan mana D menjalankan perannya.

Kita katakan ini skandal besar dalam demokrasi karena pelaksana dan pengawas sama-sama bersekongkol untuk kepentingan peserta pilkada. Pengawas yang seharusnya mengawasi jalannya pelaksanaan pilkada justru ikut menjual perannya demi untuk kepentingan finansial. Situasi ini menunjukkan bahwa uang bisa membeli segalanya, termasuk persyaratan untuk ikut dalam proses pilkada. Jika gejala ini terus membesar, inilah ancaman terhadap demokrasi.

Peristiwa ini bisa menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap pelaksanaan pemilu, khususnya pada pelaksana dan pengawas pemilu. Ketika ketidakpercayaan muncul, maka kualitas pilkada bisa diragukan. Itulah yang tidak kita inginkan. Karena itulah langkah cepat Ketua KPU Arief Budiman dan Ketua Bawaslu Abhan untuk memberhentikan sementara keduanya haruslah didukung. Bahkan, perlu ada langkah lebih keras lagi dengan memecat mereka secara tidak hormat. Fakta hukumnya, mereka sudah ditahan polisi.

Pengungkapan tuntas juga perlu dilakukan dengan menginvestigasi D yang patut diduga sebagai perantara. Polisi harus memeriksa untuk kepentingan pasangan calon siapa D bekerja. Jika memang D bekerja untuk pasangan calon tertentu dan terbukti ada proses suap, pasangan calon tersebut juga patut diteliti lebih jauh dan berdampak pada pencalonannya.

Proses investigasi terbuka baik oleh KPU maupun Bawaslu perlu dilakukan dan hasilnya segera diumumkan kepada masyarakat tanpa harus mengganggu penyidikan yang dilakukan polisi. Hasil investigasi harus diumumkan secara terbuka, selain untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui apa yang sedang terjadi, juga untuk meningkatkan kembali tingkat kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu.

Pimpinan KPU dan Bawaslu harus menyadari bahwa ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu bisa ikut memengaruhi kualitas pemilu itu sendiri. Pada akhirnya situasi itu juga akan berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat pada hasil pemilu.