Selama tahun 2017, pasar saham terus menanjak. Indeks Harga Saham Gabungan selalu membentuk rekor terbaru sepanjang sejarahnya. Memasuki tahun 2018, pasar rehat sejenak dari kenaikan. Faktor-faktor eksternal lebih banyak memengaruhi pergerakan indeks.
Pada akhir perdagangan, Jumat (23/3/2018), indeks melemah menjadi 6.210 poin setelah sebelummya melemah hingga meninggalkan level 6.100-an. Sudah empat minggu terakhir ini, indeks terus melemah karena berbagai tekanan, terutama berita-berita dari Amerika Serikat. Harga saham pun berguguran.
Pengumuman pembagian dividen dari emiten yang sudah menggelar rapat umum pemegang saham tahunan tidak juga dapat mengangkat indeks. Boleh jadi, indeks akan semakin turun dan kembali ke level 5.500-an.
Kabar terbaru, Presiden AS Donald Trump menandatangani memorandum presiden pada Kamis (22/3) waktu setempat yang isinya mengenakan tarif terhadap barang impor dari China senilai 60 miliar dollar AS. Angka itu setara dengan 10 persen barang dan jasa yang diimpor AS dari China setiap tahun.
China pun melawan dengan mengancam akan memberlakukan tarif untuk 128 barang dari AS. Para investor khawatir terjadi perang dagang ketika kedua negara tersebut berseteru mengenai tarif impor.
Investor ritel pun tidak luput dari dinamika di bursa. Portofolio bisa jadi memerah dan investor merugi. Para analis memperkirakan bursa saham sudah masuk ke fase penurunan.
Langkah investor
Ketika bursa sedang tidak menentu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh investor ritel.
Investor, misalnya, dapat membeli saham dengan harga lebih murah, terutama saham yang memiliki fundamental bagus. Walau setelah membeli saham saat harganya turun, tidak ada jaminan besok harga saham itu akan naik. Bisa jadi, harga saham semakin turun.
Saham perusahaan dengan fundamental bagus, seperti memiliki rasio-rasio keuangan yang baik, memang dapat mulai dikoleksi ketika harga turun, meski tidak seorang pun dapat mengetahui saat paling tepat untuk membeli saham.
Akan tetapi, dengan memanfaatkan sinyal-sinyal teknis, hal itu dapat lebih mudah menentukan kapan sebaiknya pembelian saham dilakukan.
Analisis teknikal yang dapat digunakan antara lain apakah grafik lilinnya sudah mulai berubah arah.
Selain itu, beberapa konfirmasi lain juga diperlukan, seperti volume transaksi saham, harga rata-rata saham, grafik stockastik, dan parameter teknikal lain.
Selain membeli saham berfundamental baik dengan analisis teknikal, investor ritel juga dapat memperjualbelikan saham dengan cepat saat pasar saham sedang turun. Apalagi, dari 500-an saham di bursa, tidak semuanya menurun.
Ada beberapa saham yang harganya tetap naik karena ada rumor positif atau ada kenaikan secara teknis.
Perdagangan harian, misalnya, dapat dilakukan dengan memanfaatkan kenaikan sesaat, walau tentu perdagangan cepat ini membutuhkan kontrol ketat. Jika kenaikan harga saham di atas 3 persen, dapat segera dilepas.
Selain itu, investor dapat melepas sebagian sahamnya, lalu mengalihkan investasi ke aset yang lebih rendah risikonya, seperti obligasi atau emas. Biasanya, ketika situasi tidak menentu, harga emas cenderung naik.
Langkah lain adalah tidak bertransaksi sama sekali. Sambil menunggu pasar kembali tenang, ada investor yang memilih untuk memegang uang kas. Ketika pasar saham kembali menguat, barulah investor seperti ini kembali membeli atau menjual sahamnya.
Hanya saja, tidak ada yang tahu kapan pasar akan kembali bersahabat dengan para investor. Kerugian ketika bersikap seperti ini adalah tidak dapat menikmati dinamika saham yang naik turun dengan cepat dan berpotensi menguntungkan.
Manajemen keuangan juga penting diperhatikan ketika pasar lesu. Merealisasikan kerugian untuk mengurangi kerugian menjadi salah satu strategi yang dapat dilakukan. Lebih banyak memegang uang tunai ketimbang aset menjadi salah satu langkah ketika pasar gamang. Ketika pasar berbalik menguat, dana tunai ini dapat dijadikan peluru untuk membeli kembali saham.
Sikap yang akan dipilih investor ketika pasar tidak berpihak tentu bergantung pada banyak hal, seperti profil risiko investor dan horizon investasinya. Sebaiknya, investor juga tidak panik menghadapi pasar yang sedang berubah arah seperti ini. Kepanikan akan mereda jika kita sudah mengetahui sikap apa yang akan kita ambil menghadapi keadaan di pasar modal
Kompas, 24 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar