AFP PHOTO/KOREA SUMMIT PRESS POOL

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (kiri) dan
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in (kanan) saling bertukar dokumen dalam pertemuan di Panmunjom, Jumat (27/4/2018).

Pertemuan pemimpin Korea Selatan dan Korea Utara harus diapresiasi. Di tengah sejumlah pesimisme, pertemuan itu tetap menumbuhkan banyak harapan.

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, kemarin, melakukan pembicaraan lebih kurang 8 jam 30 menit di Desa Panmunjom, di kawasan perbatasan kedua negara. Pertemuan mereka mendapatkan perhatian dari seluruh dunia mengingat kondisi hubungan kedua negara yang selama ini tidak positif.

Bangsa Korea terbelah dua pasca-Perang Korea yang berakhir lewat kesepakatan gencatan senjata sementara pada 1953. Pada pengujung perang dengan korban tewas sekitar 1,2 juta orang itu, Semenanjung Korea dibelah dua berdasarkan ideologi. Di sisi utara berdiri negara komunis, sementara di selatan dibangun negara yang menganut demokrasi liberal. Bangsa yang semula satu itu akhirnya terpisah dan "menjalani nasib" sendiri-sendiri.

Tanpa ada Pakta Perdamaian permanen, kondisi Semenanjung Korea selalu panas. Pyongyang senantiasa mengecam kehadiran kekuatan militer Amerika Serikat di tanah Korsel. Korut juga terus mengeluarkan ancaman, terutama terhadap AS, lewat nuklir dan rudal balistik. Tahun lalu, serangkaian uji senjata nuklir dan rudal balistik dilakukan Korut. Sanksi tak pelak diperberat atas negara itu agar Jong Un menghentikan semua uji coba persenjataan. Kondisi berubah drastis setelah Jong Un menyatakan hendak memperbaiki hubungan dengan Korsel. Delegasi Korut dikirim ke Olimpiade Musim Dingin di Korsel. Ada pula pertemuan delegasi kedua negara di Pyongyang.

Puncak dari rangkaian perubahan sikap Jong Un itu berlangsung dalam pertemuan di Panmunjom, kemarin. Pada akhir pertemuan Moon dan Jong Un disampaikan sebuah deklarasi yang isinya, antara lain, menegaskan komitmen Seoul-Pyongyang untuk mewujudkan perdamaian sejati di Semenanjung Korea. Kedua pemimpin sepakat pula agar Korsel dan Korut menurunkan ketegangan di antara kedua belah pihak.

Selain membahas upaya mewujudkan perdamaian sejati (Pakta Perdamaian) dan peningkatan relasi Korsel-Korut, pertemuan juga menyinggung isu denuklirisasi di semenanjung. Deklarasi menyebutkan, Korsel-Korut memiliki tujuan sama, yakni mewujudkan, melalui denuklirisasi, Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Setelah pertemuan ini, dilangsungkan pembicaraan antara Presiden AS Donald Trump dan Jong Un pada Mei atau Juni. Diperkirakan, isu denuklirisasi akan dibahas lebih tajam dalam pertemuan Trump-Jong Un.