KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)

Anak-anak kelas 4,5 dan 6 bersiap mengikuti pelajaran di SDN 12 Tanjung Durian, Kecamatan Putussibau Utara, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, Senin (26/3/2018). Pendapatan per kapita Indonesia tidak berbanding lurus dengan mutu pendidikan. Capaian pendidikan di Indonesia, khususnya jenjang dasar dan menengah, belum beranjak dari kategori di bawah rata-rata.

Menjelang 20 tahun Reformasi, capaian pendidikan Indonesia masih jauh dari harapan. Berbagai kompetensi dasar yang harusnya dikuasai siswa, jauh dari ideal.

Berdasarkan Asesmen Kompetensi Siswa yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016, seperti diungkap harian ini, kemarin, persentase pencapaian siswa yang kurang di bidang matematika sekitar 77,13 persen, di bidang sains 73,61 persen, dan di bidang membaca 46,83 persen.

Kondisi yang sama terjadi di tingkat perguruan tinggi. Sekitar 90 persen calon mahasiswa di Indonesia bingung dalam memilih jurusan kuliah. Bahkan, sekitar 87 persen mahasiswa yang telah kuliah pun merasa salah dalam memilih jurusan.

Kondisi ini sangat serius bahkan gawat karena secara jelas menunjukkan ada yang salah dengan sistem dan arah pendidikan kita. Kondisi ini pun tidak bisa terus dibiarkan. Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan kita dengan melibatkan semua pihak untuk mencari solusi yang tepat.

Tentu tidak adil menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Butuh komitmen semua pihak untuk membenahi sistem pendidikan.

Kemendikbud, misalnya, sudah mencanangkan ketersediaan layanan pendidikan, keterjangkauan, kesetaraan, dan kualitas pendidikan. Namun, kualitas pendidikan sulit tercapai jika laju pertumbuhan penduduk saat ini sebesar 1,49 persen atau sekitar 4 juta kelahiran setiap tahun tidak dikendalikan. Pemerintah akan selalu bergelut dengan upaya menyediakan layanan pendidikan dan tidak fokus pada peningkatan mutu pendidikan.

Untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia melalui pendidikan, sebenarnya konstitusi Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945 sudah menegaskan, minimal 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk anggaran pendidikan.

Otomatis, seiring dengan naiknya APBN, anggaran pendidikan juga meningkat setiap tahun. Namun, kenyataannya, anggaran ini harus dibagi dengan 16 kementerian dan lembaga lain yang mengemban "fungsi pendidikan". Akibatnya, anggaran untuk operasional pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan semakin berkurang.

Dengan anggaran yang terbatas, memang tidak mudah untuk menyelesaikan persoalan pendidikan yang sangat beragam, mulai dari tingginya angka putus sekolah karena anak menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, banyaknya sekolah rusak, mutu guru yang rendah, persebaran guru yang tidak merata, hingga kesenjangan kualitas pendidikan Jawa dan luar Jawa.

Upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai ujung tombak pendidikan dengan memberikan tunjangan sertifikasi, patut dihargai. Namun, kenyataannya, tunjangan sertifikasi tidak meningkatkan mutu guru yang tecermin dari hasil uji kompetensi guru yang rata-rata tergolong rendah.

Karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan, evaluasi, dan pembenahan terhadap sistem pendidikan disertai komitmen tulus dan serius semua pihak sangat dibutuhkan. Jika tidak, mutu pendidikan akan tetap rendah seperti sekarang.

Kompas, 28 April 2018