KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Warga padati antrean naik bus Transjakarta sepulang berbelanja di sekitar Blok B Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (1/5/2018). Memanfaatkan hari libur, ribuan orang berbelanja ke pasar ini untuk membeli pakaian untuk kebutuhan Lebaran serta dijual kembali menjelang Lebaran agar mendapat harga lebih murah saat ini. Warga yang berbelanja pun bukan hanya dari Jakarta dan sekitarnya, tetapi juga dari kota-kota lain di Indonesia.

Keputusan bersama tiga menteri soal cuti bersama Lebaran 2018 menjadi tidak jelas nasibnya. Cuti bersama Lebaran yang terlalu lama itu mengundang kritik.

Pada awalnya, dalam SKB tiga menteri yang diterbitkan 22 September 2017, pemerintah menetapkan cuti bersama Lebaran pada 13, 14, 18, dan 19 Juni. Idul Fitri diperkirakan jatuh pada 15 dan 16 Juni 2018. SKB itu ditandatangani Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, serta Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

SKB tiga menteri tahun 2017 itu direvisi. Hari cuti bersama Lebaran ditambah menjadi tujuh hari, yakni 11, 12, 13, 14, 18, 19, dan 20 Juni 2018. Pengumuman revisi itu disampaikan kepada publik oleh tiga menteri yang menandatangani dengan didampingi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Rabu, 18 April 2018. Harus juga dipahami di sejumlah daerah, di antaranya Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, tanggal 27 Juni adalah hari libur karena pilkada.

Penambahan cuti bersama Lebaran ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian karyawan merasa senang mendapat tambahan hari libur. Bahkan, tiket mudik sudah dibeli. Sementara kalangan pengusaha mengkritik karena pengumumannya terlalu mendadak dan liburnya terlalu lama. Libur terlalu lama mengganggu produktivitas. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio juga mengeluhkan terlalu lamanya cuti bersama Lebaran, terlebih dalam kondisi mata uang dan pasar saham sedang bergejolak.

Pemerintah gamang dan berjanji membahasnya lagi. Kegamangan pemerintah mengatur cuti bersama Lebaran dimanfaatkan politisi untuk mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo. "Kasihan Presiden Jokowi," demikian komentar seorang politisi. SKB tiga menteri itu harus ditingkatkan menjadi keputusan presiden. Keppres itu belum diterbitkan. Kejadian seperti ini bukanlah yang pertama. Banyak kebijakan atau keputusan yang kemudian direvisi setelah mendapat kritik publik.

Jika pola seperti ini terus terjadi, kredibilitas pemerintah akan berkurang. Seharusnya para menteri melakukan manajemen risiko sebelum keputusan diterbitkan. Perlu ada analisis yang mendalam dari semua sudut pandang untuk memastikan keputusan itu bisa diterima masyarakat. Dibutuhkan penjelasan rasional dan masuk akal mengapa keputusan tersebut dibuat.

Memang libur yang cukup panjang sebelum Lebaran akan memudahkan pengelolaan arus mudik. Arus mudik tidak akan menumpuk pada satu atau dua hari sehingga arus mudik bisa mengalir. Namun, di sisi lain, libur terlalu lama bisa mengganggu produktivitas pengusaha. Padahal, Presiden Jokowi berkali-kali mengingatkan agar produktivitas ditingkatkan dengan jargon yang sering dikatakannya, kerja, kerja, dan kerja.