Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 22 Mei 2018

Tragedi Ompung Saulina//Tanggapan PT Taspen (Surat Pembaca Kompas)


Tragedi Ompung Saulina

Akhir Januari 2018, Ompung Saulina Sitorus, usia 92 tahun, divonis 1 bulan 14 hari oleh hakim Pengadilan Negeri Balige. Seminggu sebelumnya, enam anaknya dengan kasus sama, divonis 4 bulan 10 hari. Ketika vonis dijatuhkan, semua berurai air mata.

Bermula dari keinginan keluarga besar Naiborhu di Dusun Panamean, Kecamatan Uluan, yang ingin memperbaiki kuburan leluhur mereka. Maka pohon durian kecil yang tumbuh di sekitar kuburan, juga ranting-ranting petai, cokelat, dan pohon kopi ditebang.

Menurut jaksa, ada barang bukti enam jenis pohon yang ditebang. Ketika saya cek ke lapangan, tidak mungkin ada enam jenis tanaman keras tumbuh bersama di tanah berukuran 4 meter x 4 meter. Lagi pula, tanah itu terjal sekali. Kita harus berpegangan pada pohon atau batu saat berjalan naik menuju lokasi kuburan.

Dalam persidangan, terungkap kuburan leluhur Ompung Saulina adalah wakaf dari orangtua Ompung Saulina Sitorus. Andai Saulina Sitorus laki-laki, tanah itu adalah warisannya. Karena Saulina menikah dengan Naiborhu, lahan itu menjadi milik saudaranya, Kardi Sitorus.

Kardi dalam persidangan menyampaikan, Saulina meminta izin kepadanya. Kardi pun mengizinkan perbaikan makam, termasuk menyingkirkan apa pun yang mengganggu pembangunan kuburan.

Dari segi kepemilikan lahan, pelapor, yaitu Japaya Sitorus, tidak ada hubungannya. Nenek moyang Japaya Sitorus berasal dari Dairi. Hanya saja, anak Japaya dikubur di lokasi wakaf itu. Saat ziarah, mungkin dia menanam durian di lokasi kuburan itu.

Saya melihat Ompung Saulina dan keenam anaknya adalah orang baik. Niat mereka memperbaiki kuburan leluhur adalah mulia. Mereka juga telah minta izin pamannya. Memotong pohon yang mengganggu pembangunan kuburan pun adalah hal biasa.

Selama persidangan, Ompung Saulina yang sudah uzur harus menyewa kapal dari Panamean ke Pengadilan Negeri Balige Rp 500.000 pulang dan pergi. Dalam sidang hingga tiga kali seminggu, ia lelah dan kesulitan uang.

Kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita agar menggunakan nurani dengan baik.

Gurgur Manurung
Pendamping Ompung Saulina Sitorus

 

M PASCHALIA JUDITH J UNTUK KOMPAS

Direktur Utama PT Taspen (Persero) Iqbal Latanro dalam acara sosialisasi layanan sistem digital untuk dana pensiun di Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/1/2018)

Tanggapan PT Taspen

Menjawab Surat Kepada Redaksi Sdr Warman berjudul "Daftar Ulang Pensiunan" (Kompas, 4/5/2018), kami jelaskan bahwa sebenarnya enrollment dibuat agar layanan pensiun lebih mudah.

Dalam rangka peningkatan layanan kepada pensiunan, kami dari PT Taspen memang mengembangkan sistem digitalisasi pelayanan pembayaran pensiun menggunakan media kartu pintar (Taspen Smart Card). Untuk itu, diperlukan perekaman data biometrik untuk proses verifikasi penerima pensiun, termasuk juga data otentik lain, seperti sidik jari, suara, dan wajah.

Taspen Smart Card memiliki manfaat antara lain kemudahan proses verifikasi kebenaran. Selama ini para peserta diwajibkan hadir setiap bulan di Mitra Bayar dan setiap dua tahun diwajibkan menyampaikan keterangan bukti diri disahkan lurah. Dengan data biometrik, verifikasi dapat dilakukan online dan live detection menggunakan telepon pintar.

Hal ini menjamin kemudahan, keamanan, dan kenyamanan saat mengambil uang pensiun.

Ke depan, dengan Taspen Smart Card, pensiunan tidak lagi terikat waktu dan tempat pengambilan karena dapat dilakukan di ATM-ATM terdekat. Taspen Smart Card juga sekaligus kartu loyalty program.

Sejak 2016, Taspen sudah memanfaatkan Data Disdukcapil untuk penyepadanan data peserta, tetap untuk kepentingan verifikasi otentik diperlukan data biometrik yang lebih bervariasi sebagaimana dilakukan pada proses enrollment.

Dodi Susanto
PT Taspen (Persero)

Pgs. Corporate Secretary

Kompas, 22 Mei 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger