AFP PHOTO / MAHMUD HAMS

Warga Palestina berkerumun di tengah hujan gas air mata yang ditembakkan militer Israel di perbatasan Israel, di Kota Gaza bagian timur, Jumat (13/7/2018).

Kesepakatan gencatan senjata antara faksi-faksi Palestina dan Israel di Jalur Gaza melegakan. Setidaknya kekhawatiran muncul perang baru di Gaza diredakan.

Kekhawatiran bakal muncul perang baru di enklave, yang kerap disebut-sebut sebagai penjara terbuka paling besar di dunia itu, sempat dilontarkan Utusan Khusus PBB untuk Perdamaian Timur Tengah Nickolay Mladinov di Gaza, Minggu (15/7/2018). Sejak Jumat hingga Sabtu, Israel melancarkan gempuran udara sedikitnya 40 kali ke sejumlah sasaran faksi-faksi Palestina.

Gempuran itu disebut serangan terbesar militer Israel ke Gaza setelah perang tahun 2014. Perang ini menimbulkan sedikitnya 2.251 warga Palestina tewas—sebagian besar warga sipil—dan sekurangnya 66 tentara Israel dan 6 warga Israel. Dalam gempuran Israel akhir pekan lalu, dua remaja di Gaza tewas dan 25 orang lainnya luka-luka.

Faksi pejuang Palestina di Gaza juga menembakkan lebih dari 100 roket ke wilayah Israel, melukai tiga warga Israel. Militer Israel telah memanggil tentara cadangan dan mengaktifkan sistem pertahanan Iron Dome di wilayah tengah dan selatan.

Dengan ketegangan seperti itu, Mladinov menyebut situasi akhir pekan lalu membuat Jalur Gaza bagaikan di ujung perang. Kita bersyukur, ancaman munculnya perang itu bisa dihindari melalui kesepakatan gencatan senjata antara faksi-faksi Palestina, khususnya Hamas serta Jihad Islami, dengan Israel.

Seperti diberitakan, gencatan senjata itu tak lepas dari mediasi Mesir dan Mladinov sebagai perwakilan PBB. Bahwa ada motif lain di balik mediasi Israel, seperti untuk mendukung proyek "Gaza First" dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang disebut-sebut sedang merancang apa yang sering dinamai "Kesepakatan Abad Ini", itu soal lain.

Yang terpenting, kekerasan harus dihentikan terlebih dahulu. Sebab, selalu warga sipil yang menjadi korban utama kekerasan. Jangan sampai pecah lagi perang di Gaza, seperti tahun 2014 dan dua perang lain antara Hamas dan Israel sejak 2008.

Tidak dapat dimungkiri, dalam empat bulan terakhir, situasi di perbatasan Gaza-Israel memanas. Sejak 30 Maret lalu, hampir tiap pekan terjadi unjuk rasa warga Palestina di perbatasan itu. Warga Palestina tengah memperjuangkan hak kembali ke tanah kelahiran bagi para pengungsi Palestina. Sedikitnya 141 warga Palestina tewas ditembak militer Israel dalam unjuk rasa itu.

Isu kembalinya pengungsi Palestina ke wilayah yang kini diduduki Israel merupakan salah satu dari lima isu sentral dalam konflik Palestina-Israel. Empat isu lainnya adalah soal perbatasan, status Jerusalem, sumber daya air, dan keamanan.

Unjuk rasa warga Palestina di perbatasan memuncak, 14 Mei lalu, saat AS memindahkan kantor kedutaan besarnya ke Jerusalem yang mereka akui sebagai ibu kota Israel.