Tekanan politik kepada Presiden Iran Hassan Rouhani kian kuat. Hanya solusi konkret atas masalah ekonomi negaranya yang dapat meredakan tekanan itu.
Baru kedua kali ini dalam sejarah Republik Islam Iran, seorang presiden dihadirkan di parlemen untuk menjawab sejumlah pertanyaan dan menjelaskan situasi yang terjadi di negeri itu. Hal serupa dialami Presiden Mahmoud Ahmadinejad tahun 2011 saat ketidakpuasan kepada pemerintahannya meluas.
Pemanggilan oleh parlemen, yang dalam bahasa setempat disebut Majlis, Selasa (28/8/2018), dipicu kondisi perekonomian Iran yang terus memburuk, terutama pasca-sanksi ekonomi baru oleh Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump. Data resmi mencatat, angka pengangguran saat ini mencapai 12 persen, dengan 25 persen di antaranya anak-anak muda.
Pengangguran ini berdampak besar mengingat 60 persen dari sekitar 80 juta penduduk Iran berusia di bawah 30 tahun. Nilai mata uang rial pun sudah jatuh lebih dari dua pertiga dalam setahun terakhir. Meski kesulitan ekonomi itu tak bisa dilepaskan dari faktor eksternal, gegara sanksi AS, warga Iran merasa janji Rouhani sebelum terpilih lagi menjadi presiden tak terwujud.
Lima pertanyaan yang diajukan oleh 82 dari 290 anggota parlemen kepada Rouhani di sidang Majlis terkait dengan kegagalan pemerintah mengontrol penyelundupan barang dan mata uang, berlanjutnya sanksi perbankan, bertambahnya angka rata-rata pengangguran, meningkatnya depresi ekonomi, serta naiknya angka perdagangan mata uang asing.
Dari jawaban Rouhani, parlemen hanya bisa menerima satu poin, yakni terkait berlanjutnya sanksi perbankan. Singkat kata, Majlis menolak penjelasan Rouhani. Sempat berkembang wacana pemakzulan lewat proses pengadilan. Parlemen dapat memakzulkan Rouhani setelah ia diputus bersalah oleh pengadilan.
Namun, banyak kalangan meyakini hal itu sulit terjadi. Bukan saja Rouhani masih didukung kuat oleh Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan kekuatan politik pro-reformis di negerinya, tetapi sesuai konstitusi penolakan parlemen atas jawaban Rouhani itu tak bisa dibawa ke pengadilan.
Menurut Undang-Undang Amandemen Artikel 213 Peraturan Prosedur Parlemen, penjelasan presiden atas sebuah pertanyaan akan dibawa ke pengadilan jika mayoritas anggota parlemen yang hadir dalam sidang tak menerima penjelasan presiden, dan topik yang dipertanyakan itu membuktikan adanya pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap UU oleh pemerintah.
Menurut kantor berita Iran, IRNA, Ketua Parlemen Ali Larijani menegaskan tak akan membawa masalah ini ke pengadilan. Anggota parlemen tidak menyebutkan kasus pelanggaran atau ketidakpatuhan pada UU dalam penjelasan Presiden Rouhani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar