DIDIE SW

Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas.

Bulan lalu CEO Tesla Elon Musk membuat sebuah unggahan di media sosial  Twitter. Ia menulis bila Tesla akan keluar dari bursa saham alias tidak lagi menjadi perusahaan publik. Sontak pernyataan ini mengagetkan para investor.

Tak hanya itu, Departemen Kehakiman Amerika Serikat awal pekan ini langsung menginvestigasi pernyataan Elon karena menduga ada pelanggaran hukum dari pernyataan itu.

Pernyataan Elon itu sempat menaikkan harga saham Tesla di Bursa New York bulan lalu hingga 11 persen namun setelah pengumuman Departemen Kehakiman itu harga saham turun 4 persen. Kenaikan harga saham Tesla karena dibarengi kabar akan masuk investor dari Arab Saudi yang membawa investasi dalam jumlah besar.

Kasus Elon ini menjadi pembahasan mengenai CEO dan penggunaan media sosial. Hingga sekarang masih terjadi perdebatan perlukah CEO ikut berselancar media sosial?

Di Indonesia ada seorang CEO yang pernah bercerita, ia sangat gelisah ketika perusahaannya dirundung di media sosial. Bawahannya yang menangani masalah itu juga tidak berkutik alias milih berdiam diri. Ia tak tahan hingga ia menjelaskan masalah yang menimpa perusahaannya dan menjelaskan satu persatu pernyataan warganet. Cara yang dipilih itu akhirnya bisa mendinginkan suasana dan media sosial kembali tenang.

Hingga sekarang memang tidak ada saran yang manjur bagi seorang pemimpin puncak di perusahaan terkaita dengan penggunaan media sosial. Untuk memasuki media sosial, CEO dan perusahaannya perlu membahas secara internal kebutuhan di media sosial itu. Salah satu yang perlu diperhatikan adalah misi CEO itu sendiri ketika memasuki media sosial.

Banyak CEO memilih tidak memasuki media sosial. Beberapa CEO masuk ke media sosial namun kadang bingung dalam memutuskan status akun media sosial, sehingga ada yang campur aduk antara urusan pribadi dan urusan bisnis meski beberapa lainnya dengan tegas memutuskan akun itu adalah akun yang sifatnya pribadi alias tidak terkait dengan bisnis.

Secara umum, kehadiran CEO di media sosial pasti dipersepsikan menjadi sosok yang terkait dengan entitas perusahaannya. Publik tidak bisa memisahkan sosok itu sebagai pribadi dan sebagai pimpinan puncak perusahaan.

Dalam perhitungan berdasar CEO yang masuk ke dalam daftar Fortune 500 diketahui sebanyak 60 persen CEO tidak aktif di media sosial. Sebanyak  13 persen aktif dan bahkan memiliki beberapa kanal media sosial.

Meski demikian, di beberapa negara tekanan agar bisnis makin transparan mendorong CEO mengarungi media sosial. Tidak hanya sekedar urusan menanggapi keluhan konsumen namun CEO juga diharapkan bisa berbagai pemikirannya dan juga tren di industri yang dipimpin sehingga memberi pencerahan pada publik.

REUTERS/LUCY NICHOLSON

Elon Musk

Oleh karena itu tekanan terhadap seorang CEO agar ikut berselancar di media sosial makin kuat. Beberapa konsultan mengatakan, CEO harus memahami bahwa kehadiran mereka di media sosial bisa mendukung tujuan bisnis mereka. Mereka bisa secara efektif menggunakan media sosial sehingga tujuan bisnisnya bisa tercapai.

Banyak CEO yang melihat tidak ada manfaatnya berada di media sosial bahkan mereka berargumen pengukuran manfaat CEO berada di media sosial merupakan pengukuran palsu. Ada pula yang mengatakan, berada di media sosial hanya membuang waktu dan sumber daya.

Pandangan itu bisa dimaklumi karena CEO di perusahaan mapan telah berkarir ketika media sosial belum muncul sehingga muncul pandangan, saya bisa sukses tanpa media sosial. Orang di sekitarnya perlu meyakinkan CEO untuk memasuki media sosial. Beberapa manfaat seperti perusahaan yang menggunakan Twitter telah berhasil lebih berhasil memimpin di pasar dibanding yang tidak menggunakannya, sebanyak 65 persen kerjasama bisnis berasal dari LinkedIn, dan lain-lain.

Tentu masih banyak manfaat lainnya yang tak bisa dihitung dengan angka seperti relasi yang makin baik, pengaruh perusahaan makin melebar, dan yang penting perusahaan anda menjadi sosok yang hidup  karena berinteraksi dengan konsumen bukan sekadar merek yang terpampang di berbagai iklan. Kadang mereka juga mendapat informasi pasar dari media sosial. CEO yang tidak masuk ke media sosial perlu menimbang ulang pilihannya.