Laporan final setebal 444 halaman itu dipresentasikan di Geneva oleh mantan Ketua Komnas HAM Indonesia Marzuki Darusman yang mengepalai tim pencari fakta. Dalam presentasinya, Marzuki menyampaikan rincian kekejaman tentara Myanmar yang disebutnya "di luar pemahaman akal sehat".

Laporan yang didasarkan pada penyelidikan selama 18 bulan dengan melakukan 850 wawancara mendalam itu menguatkan tuduhan tentang intensi dan tindakan genosida yang dilakukan tentara Myanmar.

Ada sejumlah pernyataan dalam laporan itu yang harus ditindaklanjuti masyarakat internasional. Pertama, tidak memperpanjang lagi impunitas. Para pemimpin militer Myanmar harus bertanggung jawab atas kekejaman yang terjadi dan diajukan ke pengadilan internasional. Mereka adalah panglima militer Min Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya.

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) kemarin secara resmi telah memulai penyelidikan pendahuluan atas kasus ini. Sebuah penyelidikan pendahuluan bisa berlanjut menjadi penyelidikan resmi jika bukti-bukti mendukung.

Meskipun Myanmar bukanlah anggota ICC, pengadilan tersebut tetap memiliki yurisdiksi terhadap kekejaman yang terjadi pada etnis Rohingya karena Bangladesh merupakan anggota ICC.

Kedua, usulan restrukturisasi militer Myanmar yang telah berkuasa selama lebih dari lima dekade. Militer Myanmar harus dijauhkan dari politik praktis dan hal ini hanya bisa dilakukan dengan perubahan konstitusional melalui parlemen.

Persoalannya, militer Myanmar memiliki kursi di parlemen, menguasai tiga kementerian utama, dan secara de facto menguasai politik dalam negeri Myanmar. Perubahan konstitusional sulit dilakukan karena suara parlemen dikontrol oleh militer.

Masyarakat Myanmar bisa berkaca pada pengalaman Indonesia. Kekuatan sipil Indonesia berhasil melakukan reformasi konstitusional pada tahun 1998 dengan relatif damai, di mana kekuasaan militer direduksi dan kepemimpinan sipil diperkuat.

Ketiga, sanksi berupa pengisolasian masyarakat internasional seperti yang terjadi pada kasus genosida di Bosnia dan Rwanda. Hambatan dan tentangan mungkin akan datang dari negara-negara yang menjadi sekutu Myanmar. Namun, genosida merupakan kejahatan kemanusiaan terbesar yang tidak bisa "ditawar" demi kepentingan politik.

Keempat, menyangkut masa depan 700.000 pengungsi Rohingya yang ada di perbatasan Bangladesh. Seberapa serius komunitas internasional bisa menjamin mereka untuk memiliki kewarganegaraan?