AP PHOTO/NATACHA PISARENKO

Seorang pria berjalan di depan tempat penukaran mata uang di Buenos Aires, Argentina, Rabu (29/8/2018). Mata uang Argentina turun lagi ke titik terendah sepanjang masa, sebesar 34,5 peso untuk setiap dollar AS. Presiden Mauricio Macri telah meminta Dana Moneter Internasional (IMF) untuk pencairan lebih awal permohonan utang sebesar 50 miliar dollar AS yang telah disepakati dengan IMF.

Upaya Argentina untuk menenangkan pasar gagal. Setelah bank sentral negara itu menaikkan suku bunga menjadi 60 persen, nilai tukar peso malah anjlok.

Pengumuman kenaikan suku bunga dari 45 persen menjadi 60 persen disampaikan pada Kamis (30/8/2018). Dampaknya, nilai tukar peso pada Kamis turun lebih dari 13 persen sehingga menyentuh 39,2 per dollar Amerika Serikat (AS). Sehari sebelumnya, Rabu, peso mengalami penurunan 7 persen.

Alasan bank sentral Argentina menaikkan suku bunga sedemikian tinggi adalah merespons kondisi inflasi yang telah mencapai 30 persen setahun serta merespons masalah nilai tukar peso yang terus turun. Nilai peso Argentina sekarang sudah lebih rendah 53 persen ketimbang nilainya pada awal tahun.

Sejumlah analis menilai, kehebohan di pasar juga dipengaruhi langkah Presiden Mauricio Macri, yang meminta Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mempercepat penyaluran keseluruhan pinjaman 50 miliar dollar AS. Dikombinasikan dengan kenaikan suku bunga, sikap Macri tersebut ternyata memiliki efek tak disangka, yakni memperparah krisis kepercayaan terhadap ekonomi negara itu.

Situasi ini merupakan tantangan sangat berat bagi Macri. Saat mulai berkuasa pada Desember 2015, politisi konservatif propengusaha itu berjanji memperbaiki defisit fiskal, mengurangi angka kemiskinan, dan menekan inflasi. Apa daya, usahanya menekan defisit dengan mengurangi tenaga kerja dan memangkas subsidi menimbulkan gejolak di kalangan buruh.

Investor lalu kelihatan kian meragukan komitmen Marci untuk mengendalikan harga setelah pemerintah mengumumkan kenaikan target inflasi pada akhir tahun lalu. Di tengah situasi tersebut, tekanan terhadap peso semakin berat karena AS justru menaikkan suku bunga sehingga investor cenderung menarik dollar AS dari Argentina.

Bagaimanapun, pemimpin kabinet Argentina, Marcos Pena, menolak apa yang terjadi di Argentina sebagai bentuk kegagalan ekonomi. Menurut dia, turbulensi nilai tukar peso merupakan dampak dari kerentanan struktur menyusul kekeringan masif di Argentina yang mengganggu produktivitas pertanian, sektor utama penghasil devisa. Pena juga menyebut situasi keuangan dan perdagangan dunia akibat ketegangan AS dan China ikut memengaruhi turbulensi di Argentina. Namun, pengamat menilai, neraca Argentina yang lemah merupakan penyebab pasar di negara itu sangat rawan terhadap perubahan sikap investor.

Penurunan peso Argentina terjadi setelah nilai tukar lira Turki anjlok beberapa waktu lalu. Tren pelemahan mata uang negara-negara emerging market, termasuk Filipina serta India, tentu berpengaruh pada nasib rupiah.