KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Spanduk besar tentang partai-partai politik yang ikut dalam Pemilu Serentak 2019 terpampang di salah satu sudut Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (7/8/2018). Sebanyak 20 parpol yang 4 diantaranya adalah partai lokal Aceh, akan bersaing agar bisa lolos dari ambang batas parlemen yang telah ditetapkan sebesar 4 persen.

Hari Minggu, 23 September 2018, adalah hari pertama kampanye untuk pemilu serentak 17 April 2019. Pemilu untuk presiden serta DPR dan DPR Daerah.

Masa kampanye itu relatif lama dari 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Hampir enam bulan bangsa ini akan disuguhi kegiatan dan janji kampanye, baik janji kampanye pemilu presiden, kampanye calon anggota DPR, DPRD, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), maupun kampanye partai politik.

Pemilu 17 April 2019 adalah pemilu lima kotak, memilih presiden-wakil presiden, memilih anggota DPR, DPD, serta DPRD provinsi, kabupaten, dan kota. Dalam format pemilu demikian, bisa dibayangkan isu kampanye yang akan mengemuka dan sangat beragam.

Selain partai politik akan memperjuangkan calon presiden dan wakil presiden agar terpilih, mereka pun harus memikirkan bagaimana partai politik pengusung bisa menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Partai politik yang gagal memenuhi ambang batas parlemen 4 persen tidak bisa mengirimkan wakilnya ke DPR. Ambang batas parlemen 4 persen mungkin akan menyederhanakan partai politik kita.

Pusat perhatian kampanye tentu adalah pemilihan presiden, selain pemilihan anggota DPR. Calon petahana Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin akan ditantang calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Pemilu adalah instrumen demokrasi yang disediakan di mana rakyat bisa berdaulat dan menunjukkan pilihan politiknya.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Diskusi Publik – Acara diskusi dengan mengambil tema "Hapus Ambang Batas Nyampres, Darurat Demokrasi, Darurat Konstitusi" berlangsung di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (31/7/18). Hadir sebagai pembicara (dari kiri ke kanan) Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Akademisi dan praktisi hukum Feri Amsari, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Danhil Anzar Simanjuntak, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hadar Nafis Gumay, dan Akademisi Rocky Gerung.

Kita berharap situasi dalam masa kampanye selama enam bulan tetap bisa terjaga. Pemerintah pun tidak boleh kehilangan konsentrasi untuk mengatasi masalah, khususnya ekonomi, yang menuntut konsentrasi penuh untuk penanganannya. Sejumlah menteri yang menjadi calon anggota legislatif harus bisa membagi waktu antara tugas di pemerintahan dan tugas kampanye.

Aturan main kampanye yang sudah dituang dalam Undang-Undang Pemilu harus diikuti. Penyelenggara pemilu, TNI dan Polri, serta aparatur sipil negara harus bisa menjaga netralitasnya dalam pemilu. Setiap pelanggaran harus ditindak oleh pengawas pemilu. Pasal 280 UU Pemilu sudah mencantumkan materi yang dilarang dalam kampanye, termasuk mempersoalkan dasar negara, menghina seseorang, suku, agama seseorang peserta pemilu, menghasut dan mengadu domba, mengganggu ketertiban umum, dan larangan lainnya.

Kita yakin aturan yang dibuat itu untuk ditaati agar proses demokrasi bisa berjalan baik. Namun, kita juga mau mengingatkan bahwa sangat mungkin terjadi, ada unsur di luar tim kampanye nasional yang justru memprovokasi keadaan, melakukan pembunuhan karakter melalui media sosial atau mendestruksi situasi. Penyebaran informasi fitnah di media sosial harus diantisipasi sehingga demokrasi damai tetap terjaga.

Publik pun tak perlu terjebak pada fanatisme berlebihan pada salah satu calon. Pasangan calon adalah manusia biasa yang punya kekuatan dan kelemahan. Rekam jejak bisa menjadi acuan untuk menentukan pilihan untuk Indonesia yang lebih baik. Harus juga dipahami, politik Indonesia masihlah transaksional.


Kompas, 21 September 2018