KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (tengah) memaparkan sejumlah rencana kerja saat mengadakan dialog dengan awak media di Jakarta, Senin (14/5/2018). Bulog akan memperkuat jaringan pengadaan beras dan gabah melalui kerjasama kemitraan dengan sejumlah kelompok tani dan lembaga termasuk dengan TNI dan Polri.

Sejarah kembali berulang. Kegaduhan antarmenteri di Kabinet Kerja kembali terjadi. Kini, pemicunya soal pro dan kontra impor beras.

Perdebatan soal perlu tidaknya impor beras terjadi dalam tubuh Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla. Perbedaan pendapat yang keras dan cenderung emosional terekam semuanya dalam jejak-jejak digital. Dari pilihan kata, kekuatan argumentasi dan data, publik bisa menilai kualitas para penyelenggara negara kita.

Perdebatan itu melibatkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Direktur Utama Bulog Budi Waseso serta melibatkan juga Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. Polarisasi pandangan menteri dikomentari sejumlah pengamat yang juga politisi di DPR. Kian gaduhlah republik ini. Publik mengelus dada, tetapi ada yang tertawa getir.

Sengketa kata di ruang publik antarmenteri pernah terjadi sebelumnya antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dan Menko Maritim Rizal Ramli. Setelah beberapa lama, Presiden Jokowi kemudian memberhentikan dan mengganti kedua menteri tersebut. Untuk keributan terkini, kita belum mengetahui bagaimana sengketa data dan kata soal beras, yang kemudian memicu perdebatan pro dan kontra impor beras, akan diselesaikan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, pada saatnya Presiden akan bicara soal polemik impor beras. "Perlu data dan koordinasi yang lebih utuh mengenai ini. Presiden pada waktu yang tepat akan menyampaikan kepada publik," kata Erani. Entah kapan Presiden Jokowi akan menyelesaikan polemik yang melibatkan pembantunya. Kian lama tak terselesaikan bisa memengaruhi persepsi publik soal kepemimpinan Presiden Jokowi sendiri.

KOMPAS/IQBAL BASYARI

Puluhan warga Jawa Timur berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, di Surabaya, Selasa (23/1). Mereka menyampaikan penolakan terhadap kebijakan impor beras ketika mendekati masa panen raya yang dinilai merugikan petani.

krusial yang bisa memicu gejolak sosial. Hal itu merupakan satu masalah yang harus diantisipasi. Ketersediaan beras adalah keniscayaan. Hal itu bisa dipenuhi dengan produksi dalam negeri atau impor. Jika produksi dalam negeri surplus, impor tidak diperlukan, bahkan kita bisa mengekspornya. Akan tetapi, jika antisipasi ke depan ketersediaan beras bakal terganggu karena berbagai sebab, upaya memenuhi ketersediaan beras harus dilakukan. Di sinilah data produksi dan konsumsi menjadi penting.

Lalu, data mana yang harus dipegang? Data Bulog? Kementerian Pertanian? Data Badan Pusat Statistik? Pengamat? Dalam kontestasi politik dan realitas sosiologis di mana kita berkomunikasi dalam masyarakat yang heterogen, perbedaan data itu menciptakan kegaduhan.