KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Gerbang jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) yang sudah disiapkan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (17/9/2018). Selain ERP, sedang disiapkan juga uji coba tilang elektronik di sepanjang Jalan Sudirman-Thamrin. Kebijakan ERP dan tilang elektronik ini sebagai upaya mengatasi kemacetan lalu lintas.

Penerapan tilang elektronik akan mengubah budaya berlalu lintas. Masyarakat akan tertib karena ada kamera yang mengawasi selama 24 jam di jalanan Ibu Kota.

Bagi Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusuf, penerapan bukti pelanggaran (tilang) elektronik itu untuk menghilangkan "prit jigo", istilah lama yang artinya penindakan oleh polisi di jalan raya, yang berujung pada pungutan liar (pungli). Polisi pun melakukan uji coba tilang elektronik itu selama 30 hari di Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin, Jakarta, per Oktober 2018 (Kompas, 17/9/2018).

Penerapan tilang elektronik tak hanya untuk menekan pungli, salah satu bentuk korupsi, di jalanan. Namun, penerapan tilang elektronik dapat mengubah perilaku warga dan aparat sekaligus karena mereka tak lagi harus kontak langsung. Pertemuan antara masyarakat dan aparat secara langsung, apalagi terkait dugaan pelanggaran, selama ini sering kali menjadi pintu masuk penyimpangan, seperti pemberian suap. Sudah menjadi rahasia umum, pelanggaran berlalu lintas di jalanan sering kali diselesaikan dengan "prit jigo" atau "sidang di tempat", "damai", yang artinya tak lebih dari suap.

Walau boleh dikata agak terlambat, rencana penerapan tilang elektronik oleh Polda Metro Jaya ini layak diapresiasi, sebagai bagian dari upaya Polri membersihkan diri dari korupsi, dan meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. Apalagi, rencana ini berbarengan dengan ide penerapan sistem pengaduan masyarakat melalui media sosial dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto (Kompas.id, 17/9/2018). Jajaran Polri tidak boleh berhenti dalam kemapanan, terutama untuk mewujudkan moto "Rastra Sewakotama", yaitu Abdi Utama bagi Nusa Bangsa, serta slogan "Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat".

Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meliala, mengakui ide penerapan tilang elektronik itu sudah diwacanakan sejak 10 tahun lalu. Namun, usulan itu tak terwujud karena sejumlah kalangan, termasuk di kepolisian, tidak mau keluar dari zona nyaman.

Jika dilihat dari sisi kesulitan, tilang elektronik tidak akan pernah bisa diterapkan di negeri ini karena, misalnya, jual-beli kendaraan tidak selalu diikuti dengan proses balik nama kepemilikannya. Kalau kendaraan itu terekam kamera melanggar aturan lalu lintas, pengendara dan pemiliknya belum tentu sama dengan yang tertera pada surat tanda nomor kendaraan.

Seperti diingatkan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, penerapan tilang elektronik harus didukung, bahkan bisa diterapkan di seluruh Indonesia. Namun, rencana ini harus didukung dengan penerapan sistem jalan berbayar (electronic road pricing/ERP) sehingga semakin kecil lagi celah aparat dan masyarakat bertemu. Potensi pungli untuk "penyelesaian" dugaan pelanggaran lalu lintas pun semakin ditekan.