Ketua Parlemen baru Irak Mohammed al-Halbousi (tengah) dan blok politiknya mengadakan konferensi pers di Baghdad, Irak, Jumat (14/9/2018). Di tengah meningkatnya perselisihan politik, anggota parlemen Irak memilih Halbousi yang didukung Iran sebagai Ketua Parlemen Irak.

Ketua parlemen Irak, Mohammed al-Halbousi, harus menyelesaikan pemilihan presiden dalam 30 hari sejak dia terpilih di tengah persaingan faksi yang kian menguat.

Halbousi mendapat 169 dari 329 anggota parlemen, lebih banyak daripada Khaled al-Obeidi, mantan Menteri Pertahanan Irak. Sejak penggulingan Saddam Hussein, kekuasaan di Irak dibagi dalam tiga kelompok besar. Perdana menteri (PM) biasanya dari kelompok Syiah, ketua parlemen dari Sunni, dan presiden dari kelompok Kurdi.

Obeidi didukung oleh PM Haider al-Abadi. Namun, ulama Syiah yang populer, Moqtada Sadr, mengalihkan dukungan dari Abadi ketika kekerasan di Basra akibat krisis kesehatan terus meningkat. Bahkan, demonstrasi di Basra telah menyebabkan 12 orang meninggal dan demonstrasi menyebar ke beberapa kota di Irak.

Politik Irak lumpuh sejak pemilihan umum 12 Mei 2018, bahkan penghitungan hasil pemilu baru diumumkan secara resmi bulan lalu. Sidang pertama parlemen digelar pada 3 September 2018, tetapi gagal mencapai kesepakatan.

Pada sidang Sabtu (15/9/2018), kelompok pro-Iran yang dipimpin Hadi al-Ameri, sebuah koalisi veteran anti-jihad yang dekat dengan Teheran, berhasil mengegolkan Halbousi menjadi ketua parlemen. Halbousi yang lahir tahun 1981 merupakan ketua parlemen termuda dalam sejarah politik Irak. Hassan Karim, yang dicalonkan oleh Moqtada Sadr, terpilih sebagai wakil ketua.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Ghasemi, menyatakan, negaranya mendukung keputusan parlemen yang dipilih rakyat Irak. "Kami selalu mendukung demokrasi di Irak dan kedaulatan nasional Irak," katanya.

Para pengamat, utusan Iran, Qassem Soleimani, berhasil mempersatukan kelompok Syiah dan mengamankan pos kekuasaan Sunni. Sementara utusan Amerika Serikat, Brett McGurk, dianggap gagal memecah belah kekuatan Syiah di Irak.

Tugas pertama Halbousi membawa parlemen memilih presiden baru Irak dalam waktu maksimal 30 hari untuk menggantikan Fuad Ma'sum, Presiden Irak sekarang. Calon presiden harus didukung minimal 2/3 dari jumlah anggota parlemen atau sekitar 220 anggota.

Irak tidak hanya butuh stabilitas politik, tetapi juga pertumbuhan ekonomi dan dukungan internasional. Jerman, misalnya, sejak 2014 telah berinvestasi 1,63 miliar dollar AS. Tahun ini Jerman mengalihkan bantuan dari melatih pasukan Kurdi (Peshmerga) di Irak utara, dan sekarang fokus untuk melatih militer Irak.