Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 18 Oktober 2018

Koruptor dan Kerja Paksa//Honor Bencana di Simalungun//Kuota Internet (Surat Pembaca Kompas)


Koruptor dan Kerja Paksa

Dari menonton acara di Metro TV mengenai hukuman kepada para koruptor, saya mendengar banyak usul dari penelepon yang mengatakan supaya para koruptor dihukum seberat-beratnya atau dihukum mati.

Saya usulkan supaya koruptor itu dihukum kerja paksa, membantu saudara-saudara kita yang bekerja sebagai pasukan oranye. Hukum mereka dengan membersihkan jalan-jalan, sungai-sungai, got, pantai, dan laut dari kotoran sampah yang mengganggu kesehatan dan sangat mengganggu pandangan.

Mudah-mudahan saran saya ini dipertimbangkan.

Ny S Noor
Tebet Barat, Jakarta Selatan

Honor Bencana di Simalungun

Tragedi tenggelamnya kapal kayu KM Sinar Bangun pada Senin (19/6/2018) di Danau Toba, Tigaras, Simalungun, masih menyisakan kepedihan mendalam. Dengan 164 orang dalam kapal hilang dan 3 ditemukan sebagai jenazah, tragedi itu sangat memilukan.

Sayangnya, dua bulan setelah tragedi itu terjadi, hal memalukan dilakukan Pemerintah Kabupaten Simalungun.

Berdalih uang honor mencari penumpang yang belum ditemukan, jajaran pejabat setingkat eselon II banyak menerima honor yang bersumber dari dana yang ditampung pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Pengakuan Kepala BPBD Simalungun Mudahalam Purba mengenai hal ini sudah diterbitkan beberapa harian di Sumatera Utara, seperti Medan Bisnis, Medan Pos, dan Andalas.

Walau besaran honor itu hanya Rp 150.000 per orang per hari, alangkah memalukan jika oknum pejabat menerima uang tersebut. Mengapa?
Sebab, kehadiran pejabat Pemerintah Kabupaten Simalungun di pantai Tigaras pascakejadian nyaris tidak membantu pencarian. Upaya pencarian sudah dilakukan oleh Tim Basarnas bersama TNI.

Praktik menggerogoti APBD dengan dalih turut mencari korban hilang sebaiknya ditiadakan, baik di Simalungun maupun daerah lain di Indonesia. Walau belakangan uang itu dikembalikan para pejabat yang menerima, perpindahan uang dari APBD Simalungun ke kantong pejabat sudah sempat terjadi.

Saya berharap ada sanksi yang dijatuhkan kepada para pejabat di Simalungun penerima uang honor atas tragedi memilukan itu. Dengan dasar apa pun, sangat tidak pantas dan sangat memalukan menambah pundi-pundi saat nyawa-nyawa hilang tak berbekas.

Mahadi D Sitanggang
Pematang Siantar,
Sumatera Utara

 

Kuota Internet

Pada 15 September 2018 sekitar pukul 13.00, ibu saya dihubungi oleh nomor tidak dikenal ke nomor 0811961615. Sang penelepon (penipu) mengatakan bahwa ibu saya memenangi kuota ekstra ke nomor tersebut.

Pada saat yang sama, nomor tersebut telah dikirimi SMS dari aplikasi Telkomsel dengan nomor rahasia untuk membeli kuota internet.

Singkat kata: karena sedang mengurus cucu dan sibuk, ibu saya dengan polosnya membacakan SMS tersebut. Maka, terbelilah lebih dari 10 kali kuota internet dari nomor Halo tersebut. Kuota itu sudah diambil sang penipu yang pasti telah dijual kepada orang lain dengan nilai Rp 2,78 juta.

Ibu saya tersadar saat menelepon tersebut dan langsung memutus percakapan. Ia menghubungi layanan pelanggan di nomor 188. Oleh petugas bernama Nino, dikatakan nomor ibu saya aman. Karena masih panik dan kurang puas, ibu saya kembali menelepon layanan pelanggan dan diterima petugas bernama Pendi dan dikatakan aman. Dijanjikan dalam 78 jam masalah selesai.

Karena sampai dengan 21 September 2018 belum ada penjelasan dari Telkomsel, ibu saya mendatangi Grapari di Supermal Karawaci. Mungkin karena emosi, ibu saya mengatakan tak mau bayar. Namun, orang Grapari membalas dengan ancaman, "Nanti Ibu didatangi debt collector."

Apakah Telkomsel tidak memiliki teknologi untuk memblokir kuota internet yang telah diambil dengan cara kriminal seperti itu? Bukankah sebagai produsen Telkomsel perlu melindungi konsumennya?

Alexander Samuel Partogi

Ubud Timur, Lippo Karawaci, Tangerang

Kompas, 18 Oktober 2018

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger