Korea Selatan negara yang unik. Negara itu terbukti unggul dalam bidang ekonomi, inovasi teknologi, dan membuktikan mampu melakukan transformasi budaya.
Transformasi budaya yang dimaksud adalah mengubah budaya yang disebut-sebut sebagai akar korupsi tingkat atas yang melibatkan pucuk pimpinan negara itu.
Pengadilan Distrik Pusat Seoul memutuskan mantan Presiden Lee Myung-bak (2008-2013) bersalah dan menghukum penjara 15 tahun pada Jumat pekan lalu. Lee menjadi presiden keempat yang dihukum penjara karena kasus korupsi.
Sebelumnya, penerus Lee, mantan Presiden Park Geun-hye, juga masuk penjara karena tuduhan korupsi. Sebelumnya, mantan Presiden Chun Doo-hwan dan Roh Tae-woo juga masuk penjara dengan dakwaan korupsi, meski hanya menjalani dua tahun penjara karena pengampunan presiden.
Korea dikenal sebagai bangsa yang memiliki budaya kerja keras. Kekayaan alam Korea Selatan tidak sebesar Indonesia dan pada tahun 1970-an kondisi negara itu masih mirip Indonesia. Budaya kerja keras mereka, termasuk kemauan berkorban untuk negara, loyalitas kepada pemimpin, menjadikan Korea Selatan kini sebagai negara kaya dengan kemampuan inovasi tinggi.
Namun, ada budaya lain yang menurut sejumlah pihak berakar mendalam pada masyarakat Korea. Budaya mendahulukan keluarga dan kerabat pada posisi penting membuat kekuasaan mudah tergelincir menjadi korup.
Hal yang sudah dianggap biasa juga adalah kedekatan penguasa dan dunia usaha. Untuk mencapai kemajuan Korea Selatan yang terus-menerus sejak berada dalam ancaman keamanan, penguasa memberikan kemudahan sejumlah bisnis yang didorong menjadi unggul dalam persaingan global.
Sebagai imbalan, dianggap lumrah jika kalangan bisnis membantu penguasa apabila diperlukan, termasuk untuk keperluan pribadi.
Pada tahun 2001 terbit buku Culture Matters: How Values Shape Human Progress yang disunting Lawrence Harrison dan Samuel Huntington. Buku ini berangkat dari simposium di Universitas Harvard, mencari jawab mengapa sejumlah negara dapat maju jauh melampaui negara-negara lain seraya menyoroti peran budaya dalam kemajuan suatu bangsa.
Sebagian besar peserta simposium, meski tidak semua setuju, menyatakan nilai-nilai budaya merupakan faktor kuat dalam mendorong kemajuan dan pembangunan. Negara-negara yang kurang berkembang tidak bisa lain kecuali mengubah nilai-nilai budaya masyarakatnya jika ingin mencapai kemajuan.
Korea Selatan tampaknya tengah berjuang keras mentransformasi nilai-nilai budaya yang dianggap melanggengkan praktik nepotisme dan berisiko menjadi korupsi. Salah satunya dengan melahirkan "Kim Young-ran Act" pada 2016.
Undang-undang ini memperluas jenis pekerjaan yang dikenai batas gratifikasi maksimum, termasuk guru dan wartawan sebagai profesi publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar