KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Sampah yang didominasi botol minum plastik mengambang di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta, Selasa (12/6/2018). Keberadaan sampah selain mencemari lingkungan juga mengangggu pemandangan dan memunculkan bau tidak sedap.

Jangan hilang rasa percaya pada kemanusiaan, karena kemanusiaan adalah samudra. Samudra yang tetap bersih, sekalipun tetesan kekotoran mengalir masuk ke dalamnya.  (Mahatma Gandhi)

Kemanusiaan masih pemaaf,  tempat melarutnya segala emosi  sepanjang zaman. Namun, lautan ternyata ada  batasnya. Ketika manusia semakin tak terkendali membuang sampahnya, mulailah lautan menderita.

Studi Program Lingkungan PBB (UNEP)  tahun 2015 menunjukkan, dunia memproduksi   280 juta ton plastik  setiap tahun. Dari jumlah itu,  sedikit sekali yang telah didaur ulang. Akibatnya,  limbah plastik tersebar di mana-mana:  darat,  sungai,  laut,  memicu kerugian hingga 13 miliar dollar AS setiap tahun.

Sampah plastik sangat mengganggu ekosistem laut. Menurut catatan  Clean Water Action, sekurangnya  267 spesies terkena dampaknya. Termasuk di antaranya 86 persen spesies penyu laut, 44 persen spesies burung laut, dan 43 persen spesies mamalia laut. Gara-gara sampah plastik, para penghuni laut ini bisa mati karena tercekik, kelaparan, infeksi, bahkan tenggelam.

Sampah plastik sangat mengganggu ekosistem laut. Menurut catatan  Clean Water Action, sekurangnya  267 spesies terkena dampaknya.

Ironisnya, sampah plastik kembali ke manusia sebagai bagian dari rantai makanan. Para ahli biologi kelautan  menemukan kepingan plastik dalam ikan konsumsi, sejak  2008. Hal ini dikonfirmasi  ekspedisi Pacific Gyre, bahwa 35 persen ikan konsumsi yang ditangkapnya mengandung plastik.

Yang lebih memprihatinkan lagi, Indonesia adalah negara pembuang sampah plastik nomor dua dunia setelah China. Penelitian Jenna R Jambeck dan kawan-kawan dari Universitas Georgia  yang dimuat di jurnalScience (2015) mengungkapkan, Indonesia hampir tidak mengolah limbah plastiknya sama sekali. Dari 3,8 juta ton sampah plastik yang dihasilkan, 3,2 juta ton berakhir di laut setiap tahun.

Sudah banyak upaya dunia untuk mengurangi limbah plastik ini. Ada Ocean Conservancy yang sudah lebih dari 30 tahun berperan serta membersihkan pesisir dari sampah plastik. Juga The Ocean Clean Up, Project Aware, dan Blue Ventures. Dunia memang harus bergerak bersama-sama untuk menyelamatkan lautan. Apalagi kenyataan menunjukkan, ancaman terhadap lautan dan sumber daya di dalamnya tak hanya dari sampah.

Dalam Our Ocean Conference (OCC, Konferensi Kelautan) pertama di Washington, 2014, pokok bahasan mencakup  sistem perikanan yang berkelanjutan, polusi, dan peningkatan kadar asam air laut. Oleh karena itu, konferensi yang dihadiri berbagai pemangku kepentingan itu—pemerintah, ilmuwan, praktisi, perseorangan, dan lembaga swadaya—membuat pelbagai rencana aksi,  kerja sama, dan inisiatif yang nilainya setara dengan 800 juta dollar AS. Komitmen kawasan laut yang ditangani mencapai lebih dari 4 juta kilometer persegi, lebih besar dari Eropa.

Sejak itulah Konferensi Kelautan berlangsung setiap tahun. Tahun ini Konferensi Kelautan diselenggarakan di Bali, 29-30 Oktober. Dihadiri  1.900 peserta dari 37 negara, delapan di antaranya kepala pemerintahan dan negara, Indonesia mengajak dunia bekerja sama  menyelamatkan lingkungan kelautan.

Masalah laut berkembang tidak hanya mengupayakan keberlanjutan sistem perikanan, polusi, sampah, dan kadar keasaman air laut, tetapi meluas ke dampak rumah kaca dan keamanan maritim.  Indonesia bahkan membuat 23 komitmen dengan nilai investasi sekitar 500 juta dollar AS.

Masalah laut berkembang tidak hanya mengupayakan keberlanjutan sistem perikanan, polusi, sampah, dan kadar keasaman air laut, tetapi meluas ke dampak rumah kaca dan keamanan maritim.

Indonesia juga akan berinvestasi 3 juta dollar AS sepanjang tiga tahun ke depan untuk mendukung ekonomi biru global. Menurut Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Rifky Effendi Hardijanto,  investasi  terutama untuk  mengembangkan proses industri perikanan tanpa sampah (Kompas, 31/10).