Data tentang Korupsi
Dua tulisan berturut-turut di Kompas (26-27/10/2018) yang menyoroti gejala korupsi di Indonesia sangat menarik dijadikan autokritik dalam perilaku bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Kedua tulisan itu memaparkan data tentang koruptor yang, pada hemat kami, pantas dijadikan tonggak perjuangan para pemimpin, calon pemimpin, dan warga masyarakat membangun masa depan yang bermartabat dan berkesejahteraan.
Kompas menyebutkan sumber informasi data korupsi tersebut adalah KPK dan Litbang Kompas. Dari KPK diperoleh data: dari 2004 sampai sekarang (14 tahun), koruptor berjumlah 554 orang, terdiri dari anggota badan legislatif pusat dan daerah, kepala daerah, swasta, hakim, jaksa, dan pengacara. Dari Litbang Kompas diperoleh data: tindak pidana korupsi dari 2009 sampai dengan 2018 (9 tahun) menyangkut 731 koruptor yang terdiri dari anggota DPR dan DPRD, swasta, pegawai negeri eselon I/II/III, wali kota/bupati dan wakil, kepala lembaga/kementerian, hakim, gubernur, pengacara, jaksa, polisi, dan duta besar.
Jumlah tersebut diduga belum final karena angka itu baru berdasarkan koruptor "yang kebetulan" tertangkap atau "yang kurang lihai". Barangkali masih ada "yang belum atau susah ditangkap". Sungguh sangat memalukan dan memilukan bangsa.
Sebelum bertambah parah, kondisi demikian seyogianya harus menjadi perhatian semua pihak dan mesti ada upaya perbaikan yang signifikan dari semua unsur bangsa. Upaya yang dapat dilakukan antara lain merevisi undang-undang antikorupsi ke arah yang membuat koruptor jera: menghukum berat koruptor seperti teroris, menyita semua harta yang dikorupsi, memberlakukan denda sebanyak 50 persen dari jumlah yang dikorupsi, mencabut hak dipilih, memberikan sanksi yang sama kepada keluarga (istri/suami/anak) apabila ada indikasi keterlibatan langsung ataupun tidak langsung.
JUMRONI
Tangerang Selatan, Banten
Pedagang Kaki Lima di Jatibaru
Membaca liputan Kompas (27/10/2018) di halaman utama tentang pedagang kaki lima (PKL), saya pikir yang perlu dilakukan untuk PKL yang berada di Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta, itu adalah mengakomodasi harapan mereka dalam menjaring pembelanja impulsif dan penegakan aturan tentang ketertiban.
Sehari-hari saya adalah pengguna kereta komuter yang cukup lama sehingga bisa membedakan pengelolaan kawasan itu dari masa ke masa, dari gubernur ke gubernur.
Kini kawasan itu kumuh! Tiga tahun lalu, jalur pejalan kaki di Jatibaru dan sekitarnya diperbarui sehingga bersih, apik, dan bikin lega.
Namun, sejak PKL diizinkan berjualan di sana, kawasan itu ramai, tetapi makin lama makin kumuh dan karut-marut. Mohon tim pemda DKI Jakarta untuk Percepatan Pembangunan memperhatikan hal ini.
Anis Soesilo J
Puri Bintaro, Tangerang Selatan, Banten
Perpanjangan Paspor
Paspor kelima saya habis masa berlakunya pada 11 Oktober 2018. Masih ada 36 halaman kosong yang bersih, sementara paspor ini punya dua halaman catatan pengesahan.
Rupanya paspor ini tidak dapat diperpanjang; saya harus
membuat paspor yang baru, dan paspor yang masih bersih dan punya banyak halaman kosong akan digunting pojoknya (dihancurkan/dirusak) sebagai pernyataan sudah tidak berlaku.
Mengapa negara tidak melakukan penghematan, misalnya dengan Menteri Hukum dan HAM mengeluarkan peraturan menteri: untuk perpanjangan paspor cukup dengan memberi stempel diperpanjang pada kolom pengesahan paspor lama?
Sugeng Hartono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar