Cari Blog Ini

Bidvertiser

Jumat, 16 November 2018

Infrastruktur dan Bencana//Pejalan Kaki di Kelapa Gading//Beton Pemberat di Taman Ria (Surat Pembaca Kompas)


Infrastruktur dan Bencana

Tak sedikit orang yang mengecam masifnya pembangunan infrastruktur saat ini. Apalagi ada yang roboh sebelum selesai dan beberapa kasus tersua di DKI Jakarta. Komentar nyinyir pun menjadi-jadi.

Namun, gempa bumi bermagnitudo 7,4 diikuti tsunami dan likuefaksi yang melanda Palu, Sigi, dan Donggala—dengan korban tak sedikit—menegaskan kepada kita betapa vital infrastruktur dalam kehidupan manusia, baik secara sosial maupun secara ekonomi.

Ketika listrik padam, air minum tak mengalir, bandara atau pelabuhan rusak, menara telekomunikasi ambruk, jalan terputus, dan jembatan roboh sehingga perhubungan dan komunikasi terputus, kehidupan lumpuh total dan terisolasi. Semua panik.

Oleh karena itu, tekad pemerintah sekarang mengurangi ketimpangan infrastruktur antara Jawa dan luar Jawa sungguh merupakan langkah yang tepat. Apalagi pembangunan digencarkan bahkan sampai daerah terdepan dan terluar yang biasanya terlupakan.

Dengan demikian, mulai sekarang mari kita belajar semakin memahami bahwa pembangunan infrastruktur bukan untuk ekspansi, melainkan mengatasi ketertinggalan. Ini sangat diperlukan dan perlu diteruskan sekalipun mungkin hasilnya tidak serta-merta dapat dinikmati dan bermanfaat. Ini jangka panjang. Tentu saja tanpa mengesampingkan pembangunan sumber daya manusia.

Akhirnya, jangan lagi ada pihak-pihak yang mempersoalkan dan membawa ihwal pembangunan infrastruktur lebih ke ranah politik.

Bharoto
Jalan Kelud Timur, Petompon, Semarang

Pejalan Kaki di Kelapa Gading

Sejak menempati rumah di Jalan Kaparinyo, Kelapa Gading Timur, Jakarta Utara, saya mencatat lebih dari lima kali kecelakaan lalu lintas di ruas jalan tersebut. Kecelakaan terakhir, sampai surat ini ditulis, terjadi pada 9 Oktober 2018 dan hampir merenggut nyawa seorang pengemudi sepeda motor yang melaju cepat dan menabrak mobil yang parkir di ruas jalan itu.

Meski terbilang jalan kecil, lebarnya tak lebih dari 4 meter, umumnya kendaraan yang melintas melaju dengan cepat. Dari pengamatan saya, kecelakaan terjadi karena tak ada pembatas kecepatan (baca: polisi tidur).

Saya dan keluarga merasa tak aman melintas di jalan itu, khususnya jika berjalan kaki karena tak ada polisi tidur dan tak ada trotoar. Atas kondisi demikian, saya bersama beberapa warga berinisiatif mengirim surat kepada Bapak Manson Sinaga, Camat Kelapa Gading, untuk meminta izin membangun polisi tidur di Jalan Kaparinyo.

Surat kami layangkan 12 Oktober 2018. Dua minggu kemudian, tim dari Kecamatan Kelapa Gading datang meninjau lokasi. Namun, seorang anggota tim mengatakan, polisi tidur tak dapat dibangun karena jalan itu jalan besar (padahal, luas jalan tak lebih dari 4 meter).

Ia katakan, apabila warga tetap membangun polisi tidur dan kemudian terjadi kecelakaan, warga yang membangun dapat dicari dan dituntut secara hukum.

Kami sebagai warga negara hanya menginginkan hak kami akan rasa aman dan nyaman. Solusi apa yang bisa diberikan Camat Kelapa Gading?

Nico Hansen
Jalan Kaparinyo, Kelapa Gading Timur,
Jakarta Utara

Beton Pemberat di Taman Ria

Saban melewati bangunan yang terbengkalai di area Taman Ria Senayan, Jalan Gerbang Pemuda, dari arah TVRI, saya waswas melihat beton bandul pemberat derek jangkung (tower crane) melintang di atas jalan.

Kiranya pihak yang punya otoritas dapat mengubah arah derek jangkung itu. Dengan demikian, tak ada suatu bagian dari derek jangkung yang melintang di atas jalan.

Lebih baik derek jangkung itu dibongkar karena siapa yang bisa menjamin keselamatan dari mangkraknya derek jangkung sejak rezim yang baru lalu itu?

Sutanto Harsono
Jalan Camar, Bintaro Jaya,

Tangsel, Banten

Kompas, 16 November 2018
#suratpembacakompas 
#kompascetak 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger