AFP/JEWEL SAMAD

(DARI KIRI KE KANAN) PM Malaysia Mahathir Mohamad, Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Filipina Rodrigo Duterte, PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Thailand Prayut Chan-O-Cha, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, PM Kamboja Hun Sen, Presiden Indonesia' Joko Widodo dan PM Laos Thongloun Sisoulith berfoto bersama dalam acara pembukaan KTT ke-33 Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) di Singapura, Selasa (13/11/2018)

Bersamaan dengan kebangkitan China, isu Laut China Selatan terus memanas setelah Beijing kian aktif mewujudkan klaimnya atas perairan tersebut.

Pulau-pulau telah dibangun China di area Laut China Selatan yang masih dalam sengketa. Infrastruktur didirikan sehingga pulau-pulau itu dapat berfungsi sebagai pangkalan. Padahal, klaim China atas Laut China Selatan masih bertumpang tindih dengan klaim dari sejumlah pihak. Ada empat negara ASEAN yang bersengketa dengan China terkait klaim tersebut, yakni Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Langkah Filipina membawa sengketa wilayah di Laut China Selatan ke Pengadilan Tetap Arbitrase tidak mengubah situasi. Beijing menolak langkah Pemerintah Filipina yang membawa masalah itu ke dunia internasional. Putusan pengadilan yang memenangkan Filipina tidak dianggap China.

Dalam situasi tumpang tindih klaim itulah, ASEAN dan China sepakat menyusun tata perilaku agar perbedaan pendapat atau sengketa tak sampai berujung pada kekerasan. Ada rambu-rambu yang disepakati kedua belah pihak dalam berperilaku meskipun terdapat ketidaksepakatan di antara mereka.

Gagasan menyusun tata berperilaku muncul pada 2002. Baru 15 tahun kemudian atau pada 2017, kerangka tata berperilaku disepakati. Beberapa bulan lalu, ASEAN dan China menyepakati naskah tunggal tata berperilaku (COC) yang akan dipakai dalam pembahasan bersama. Seperti dikutip harian ini, Rabu (14/11/2018), Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Tavares menyebut, sebelum naskah tunggal disepakati, semua negara memiliki dokumen masing-masing tentang COC. Artinya, setiap negara yang terlibat memiliki posisi sendiri-sendiri dalam membahas COC. Namun, dengan satu dokumen, para pihak telah mencapai posisi prinsip yang sama. Sebuah kemajuan penting

Saat pulau-pulau buatan yang dibangun China di Laut China Selatan sudah jadi dan infrastruktur di atasnya siap beroperasi, ASEAN dan China berkomitmen merampungkan negosiasi naskah tunggal COC. PM China Li Keqiang, di perhelatan KTT ASEAN di Singapura, menargetkan pembahasan rampung dalam tempo tiga tahun. Li menegaskan pula negaranya tak akan melakukan "hegemoni atau ekspansi" selama tiga tahun itu.

Sikap mengedepankan dialog itu perlu disambut gembira karena memberi isyarat positif bagi pengurangan ketegangan di Laut China Selatan. Selama ini, perairan itu berkali-kali menyaksikan ketegangan antara kapal militer Amerika Serikat dan China. Beijing mengecam kehadiran kapal atau pesawat AS di dekat pulau yang diklaimnya, sementara Washington menyebut hal itu sebagai upaya memastikan kebebasan navigasi di perairan internasional.