Perang, wabah penyakit, dan kelaparan dipahami umat manusia pada masa silam sebagai takdir. Kengerian yang ditimbulkan ketiganya sulit diterima akal.
Ilmuwan Yuval Noah Harari dalam Homo Deus menulis, korban akibat wabah penyakit, kelaparan, dan perang pada masa dahulu sangat besar. Pes membuat Eropa kehilangan populasi dalam jumlah banyak. Di Amerika, cacar membuat warga asli tewas hingga populasi mereka berkurang drastis. Kegagalan panen dan bencana alam pada masa silam juga bisa membuat lebih dari seperlima penduduk sebuah wilayah tewas kelaparan.
Seperti halnya wabah penyakit dan kelaparan, peristiwa perang dulu dipandang sebagai "takdir", sesuatu yang tak bisa dihindari. Terjadi begitu saja.
Menurut Harari, pada masa silam, manusia melihat perdamaian sebagai kondisi sementara yang sewaktu-waktu berakhir dalam perang dengan korban besar.
Pada dekade awal abad ke-20, manusia mengalami perang besar mengerikan. Sejarawan menamainya Perang Dunia I yang berlangsung 28 Juli 1914-11 November 1918. Lebih dari 70 juta personel militer dimobilisasi, dengan 10 juta orang di antaranya meninggal. PD I juga menewaskan 10 juta warga sipil.
Diawali pembunuhan pewaris takhta Austria-Hongaria Archduke Franz Ferdinand oleh nasionalis pro-Serbia, Gavrilo Princi, PD I akhirnya melibatkan banyak negara.
Semula, perang itu merupakan pertarungan kubu Jerman/Austria-Hongaria menghadapi Perancis/Inggris/Rusia. Serangkaian peristiwa yang mengikuti pembunuhan Ferdinand, termasuk ultimatum atas Serbia yang saat itu didukung Rusia, memicu pecahnya PD I.
Kerajaan Inggris, menurut Straits Times, menghimpun satu juta warga Afrika, dan lebih dari 100.000 di antaranya tewas. Warga Singapura menjadi sukarelawan atau wajib militer, dan tidak kurang dari 90.000 anggota Organisasi Buruh China di Inggris ikut berperang.
Ada pula hampir 1,3 juta orang India ikut bertempur, dengan 74.000 orang di antaranya meninggal.
Setelah PD I berakhir, manusia masih mengalami PD II yang juga menelan korban dalam jumlah besar. Setelah itu, tidak ada lagi perang besar yang melibatkan puluhan juta manusia dan begitu banyak negara. Hal ini adalah pencapaian luar biasa.
Di tengah pesimisme sebagian kalangan, harus diakui, seiring kemajuan iptek, manusia telah bisa membuat perang, wabah penyakit, dan kelaparan bukan lagi sebagai "takdir".
Penemuan vaksin, manajemen kesehatan global, teknologi pertanian, hingga sistem pemberian bantuan membuat tidak ada lagi wabah penyakit yang membuat kengerian seperti saat pes melanda Eropa dulu.
Meski kelaparan masih terjadi di sejumlah wilayah, gagal panen tidak sampai menciptakan bencana besar karena sistem pemberian bantuan yang rapi.
Kelaparan di Yaman terjadi semata-mata karena sikap keras pihak yang bertikai.
Mekanisme penyelesaian internasional yang merupakan penemuan manusia bisa mencegah perang besar. Konflik bersenjata memang masih terjadi di beberapa tempat, tapi tak meluas hingga melibatkan puluhan juta tentara asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar