Anda dan saya pasti tahu soal ungkapan bahwa roda itu berputar. Namanya juga berputar, maka yang atas bisa ke bawah dan yang di bawah bisa ke atas. Dan, kalau sudah di bawah, selalu ada kesempatan untuk bisa ke atas lagi, demikian pula sebaliknya.

Rem tangan

Kemudian saya berpikir apa maksud dari roda yang berputar itu? Apakah orang itu kalau sudah jalan hidupnya harus di atas meski dia bisa saja berputar ke bawah, tapi di akhir cerita ia akan tetap di atas. Begitu? Atau saya saja yang salah mengartikan perputaran roda yang saya paksakan untuk disamakan dengan sebuah siklus perjalanan hidup?

Belakangan saya frustrasi sekali dengan usaha yang saya lakukan. Dan, dalam keadaan frustrasi, saya melihat pada keberhasilan dan kekayaan orang lain. Ada beberapa manusia yang masih terus di atas dari sejak saya di bawah, dan pernah ke atas, kemudian ke bawah lagi sampai hari ini. Tentu saya tak menepis bahwa saya juga melihat ada manusia yang dari sejak saya kecil tetap di bawah sampai sekarang saya telah berusia setengah abad lebih.

Satu malam saya tak bisa tidur karena setelah melihat akun media sosial seorang pebisnis muda. Perasaan iri hati dan tak bisa menerima langsung muncul dan kesalnya setengah mati. Saya iri karena bagaimana bisa ada manusia diciptakan seperti ini.

Sosoknya muda dan telah menjadi salah satu konglomerat di negeri ini, tinggi, tampan, mendapat gelar S-1 dengan predikat cum laude. Keesokan harinya saat saya bercerita kepada salah satu staf di kantor, ia mengatakan begini. "Itu dari SMA juga sudah kaya raya, Mas…."

Kemudian malam itu pikiran saya melayang kepada seorang wanita muda yang saya kenal. Datang dari keluarga berada, posturnya tinggi bak model, cantik dan pandai. Sudah lama saya mengenal mereka terutama ibunya yang juga cantik jelita. Sampai hari ini ia masih bercokol di atas. Saya sampai suka geleng kepala, mengapa ada orang itu diciptakan dengan kesempurnaan duniawi yang sangat.

Melihat itu, saya jadi bertanya. Apakah benar roda hidup saya saja berputar dan mereka tidak sama sekali? Apakah mereka yang tetap bercokol di atas atau yang tetap di bawah sampai sekarang itu karena mereka memasang rem tangan sehingga roda kehidupan mereka tidak berputar? Atau putaran roda yang saya miliki berbeda kecepatan berputarnya dengan apa yang mereka miliki? Atau apakah roda mereka adalah roda kereta bangsawan dan mobil mewah, sementara saya hanya roda dari dokar yang sederhana dan roda Kopaja?

Apakah begitu?

Atau katakan ada manusia yang dulunya di bawah, sekarang di atas, dan terus berada di atas sampai ia menutup mata selama-lamanya bahkan ia masih meninggalkan kekayaannya yang berlimpah. Apakah itu karena waktu ia di bawah ia menginjak gas sekencang mungkin dan setelah di atas ia baru menarik rem tangannya sehingga ia tak jatuh ke bawah lagi? Apakah begitu?

Dan, ada manusia yang di atas menancap gas saking kencangnya berakhir di bawah, dan ketika hendak menancap gas agar bisa ke atas lagi, ia salah menginjak. Dan, yang diinjak bukannya gas, tetapi rem. Apakah begitu? Apakah roda kehidupan yang katanya berputar itu atau yang untuk beberapa individu sama sekali tak berputar dan diam di tempat itu akan diturunkan kepada anak cucunya?

Karena di suatu hari sambil menyantap soto ayam dengan ati ayam yang dibumbui kecap, saya mendengar cerita sebuah keluarga yang ayahnya saat masih hidup melakukan perbuatan yang bercela dan sampai sekarang anak dan cucunya juga sangat kesusahan. Saya tak tahu apakah roda yang berputar dengan tidak baik dari orangtua itu dapat diturunkan, seperti ayah saya menurunkan penyakit kencing gula kepada anaknya.

Tetapi, tiba-tiba, saya kepikiran akan satu hal. Apakah roda saya tak bisa naik, dan kalaupun naik, hanya sebentar di atas, itu bukan saja karena saya tak bekerja keras seperti mereka yang bercokol di atas sekian puluh tahun, bukan karena tingkat
intelektual saya yang gitu deh itu, bukan juga karena saya tak punya mental orang kaya, bukan
saya tidak berinvestasi dengan benar, tetapi karena perbuatan saya di masa lalu yang tidak benar.

Jadi roda yang bisa tak berputar ke bawah itu bukan hanya sekadar memasang rem tangan tepat pada waktunya, melainkan juga karena perbuatan manusianya yang mengatur perputaran roda itu. Belakangan saya membenahi kehidupan saya yang pernah tidak benar, sekarang saya mampu untuk memaafkan musuh-musuh saya, saya meninggalkan perselingkuhan, saya sudah mampu merendahkan hati meski mungkin untuk ukuran orang lain masih belum memenuhi standar kerendahan hati.