Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata mafia sebagai perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Mungkin di parlemen tak ada perkumpulan rahasia para penjahat itu. Namun, jika mencermati antara tahun 2004 dan 2018, data Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat 205 anggota DPR/DPRD yang terjerat korupsi, dan inilah profesi terbanyak yang terjerat rasuah.
Perilaku jahat wakil rakyat itu terasa. Apalagi, tak pernah ada informasi terbuka cara kerja dan imbalan bagi anggota DPR, DPD, atau DPRD yang "memperjuangkan" anggaran daerah atau lembaga pemerintah, termasuk membantu swasta memenangi tender. Dugaan ada mafia anggaran di parlemen kian benar.
Di DPR tercatat (mantan) ketuanya, Setya Novanto, kini masih ditahan KPK. Di DPD, ada (mantan) Ketua Irman Gusman diadili gara-gara korupsi. Sejumlah pemimpin DPRD kabupaten/kota atau provinsi pun berstatus tersangka, terdakwa, atau terpidana korupsi, termasuk sejumlah bekas wakil rakyat. Kasus terakhir, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan yang ditahan KPK sebab diduga menerima hadiah terkait pengurusan anggaran dana alokasi khusus untuk Kabupaten Kebumen pada APBN Perubahan 2016 (Kompas, 5/11/2018).
Kasus yang membelit Taufik menambah panjang daftar pimpinan nasional yang terjerat korupsi. Sekaligus, menunjukkan pejabat di negeri ini tak belajar dari sejarah. Gerakan Reformasi 1998 muncul karena rakyat marah atas maraknya korupsi di negeri ini. Sebelum Taufik dijerat KPK, pimpinan dan anggota DPR, DPD, dan DPRD umumnya terjerat korupsi yang sederhana, menerima gratifikasi atau meminta imbalan untuk mengurus kepentingan daerah atau rakyat yang diwakili. Menerima suap.
Data KPK menunjukkan, antara tahun 2004 dan 2018, dari 781 perkara korupsi yang ditangani komisi antirasuah itu, lebih dari 60 persen, yaitu 474 perkara, terkait penyuapan. Kepala daerah atau pimpinan lembaga berharap anggaran yang lebih besar, atau mau proyeknya lolos, sehingga membutuhkan dukungan wakil rakyat. Anggota DPR, DPD, atau DPRD membantu mewujudkan keinginan itu. Mereka meminta imbalan, baik atas nama pribadi maupun kolega sesama wakil rakyat. Penyuapan pun terjadi.
Wakil Ketua DPR itu diduga menerima fee 5 persen dari total anggaran Rp 73.37 miliar untuk Kebumen, yang adalah daerah pemilihan Taufik. Mungkin ada pihak lain lagi yang terlibat, selain Bupati Kebumen M Yahya Fuad yang sudah dihukum selama 4 tahun penjara gara-gara kasus penyuapan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar