Begitu gampang orang termakan informasi bohong, hoaks. Reaksi publik macam itu justru membuat para pencipta dan penyebar informasi bohong semakin bergairah mereproduksi informasi yang menyesatkan, yang mungkin saja tanpa merasa bersalah. Gangguan gelombang informasi bohong, hoaks, yang diamplifikasi media sosial, tentu saja tidak hanya dialami bangsa Indonesia, tetapi telah menjadi fenomena global yang merisaukan banyak negara.

Stop Hoax – Saat ini masyarakat terus diimbau untuk tak menyebarkan berita bohong atau hoax melalui berbagai cara, salah satunya adalah lewat spanduk, seperti yang ditemui di Jalan S Parman, Jakarta, Jumat (23/11/2018). Pelakunya bisa dijerat Pasal 28 Ayat 1 dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hanya, implikasi dan komplikasinya tidak kecil bagi bangsa Indonesia karena memiliki kompleksitas dan sensitivitas dalam sejumlah bidang kehidupan, termasuk prasangka ideologis dan isu primordialisme. Keprihatinan bertambah, penyebaran informasi bohong umumnya hasil rekayasa elite, tanpa peduli mayoritas penduduk Indonesia masih berpendidikan rendah. Kemampuan masih sangat terbatas untuk membedakan antara sensasi dan substansi, atau antara kebohongan dan kebenaran.
Banyak orang berusaha mengaitkan gelombang penyebaran informasi bohong dengan pertarungan politik yang sedang berlangsung. Pada permukaan, memang kelihatan penyebaran informasi bohong sebagai bagian dari pertarungan politik. Namun, pada level lebih dalam, upaya penyebaran informasi bohong lazimnya terkait dengan konstruksi berpikir, mentalitas, dan struktur kesadaran yang menyimpang. Penyebar informasi bohong senang dan merasa puas kalau ada orang tertipu, tanpa peduli dengan dampak negatifnya.
Bisa saja ada orang berdalih, penyebaran informasi hoaks hanyalah bagian dari strategi dan permainan politik. Pandangan macam ini justru membahayakan. Bukankah politik dalam arti original antara lain justru sebagai upaya menata masyarakat kota (polis) atau negara supaya semakin tertib, lebih kompak, dan bukan sebaliknya. Sungguh mencemaskan jika politik diredusir menjadi pertarungan merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.
Dampak hoaks sungguh tidak kecil. Sikap saling percaya dihancurkan dan memecah belah yang sulit dipulihkan. Ibarat perang, gampang dimulai, tetapi sulit sekali diakhiri. Semakin sulit membedakan kawan dan lawan, bellum omnium contra omnes, perang oleh semua melawan semua. Arus informasi bohong lebih mencemaskan lagi karena berlangsung di tengah kegaduhan ucapan kebencian, penuh prasangka ideologis, tanpa kenal ampun, mau menang sendiri.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar