Hasil jajak pendapat Litbang Kompas, 9-10 Januari 2019, di 17 kota menunjukkan, 51,8 persen responden berharap pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyelesaikan kasus korupsi besar. Terhadap pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, 46,1 persen responden berharap penyelesaian kasus korupsi menjadi prioritas pasangan itu.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menggelar dukungan untuk menuntaskan kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan di pelataran Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/1/2019). Penyerangan terhadap Novel sudah berlangsung hampir dua tahun namun hingga saat ini penyelidikan kasus tersebut belum menunjukan hasil optimal.

Isu korupsi, perlindungan hak asasi manusia, dan penyelesaian pelanggaran HAM pada masa lalu adalah isu yang ingin didengar publik. Mengapa korupsi? Sudah menjadi fakta bahwa Indonesia bergelimang korupsi. Calon presiden Prabowo Subianto di Singapura mengatakan, korupsi di Indonesia, seperti kanker, telah memasuki stadium empat.

Tidak ada yang menolak identifikasi Prabowo soal maraknya korupsi. Akan tetapi, identifikasi semata tidaklah cukup. Perlu ada resep untuk meminimalkan korupsi di Indonesia. Resep ingin memperkuat KPK, membangun sinergi antarpenegak hukum, lebih mengutamakan pencegahan, misalnya, terlalu normatif, terlalu klise, dan tidak akan membawa dampak apa pun terhadap pemberantasan korupsi.

Telah menjadi fakta politik, eksistensi KPK selalu digoyang, berupaya dilemahkan, syukur kalau bisa dilenyapkan dari agenda perang melawan korupsi. Upaya melemahkan KPK bukan oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, melainkan oleh elite partai politik di DPR. Teror terhadap KPK terus terjadi dan belum pernah terungkap.

Kalau melihat data yang ada di KPK pada 2001-2008, mayoritas korupsi (62 persen) adalah suap. Berbicara soal suap, tentunya ada pemberi dan penerima. Jika mau fokus pada penuntasan suap—yang terkait dengan perilaku birokrasi perizinan, pejabat meminta komisi atau kick back—tentunya strategi besar harus dirumuskan, yang berfokus pada pemberi suap (korporasi) dan penerima suap (birokrasi).

Jika melihat data yang ada, nilai kerugian negara akibat korupsi pada kurun 2001-2008 tidak sebanding dengan nilai hukuman finansial. Kerugian negara Rp 67,55 triliun, tetapi kerugian hukuman finansial yang diputuskan hakim sebesar Rp 2,64 triliun (Korupsi Mengorupsi Indonesia, 2009).

Dari sisi hukuman, ada kesenjangan antara ancaman hukuman maksimal dan vonis hakim yang dijatuhkan. Rata-rata vonis penjara 2-3 tahun, padahal UU antikorupsi memberikan ancaman hukuman 20 tahun hingga seumur hidup.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menggelar dukungan untuk menuntaskan kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan di pelataran Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/1/2019). Penyerangan terhadap Novel sudah berlangsung hampir dua tahun namun hingga saat ini penyelidikan kasus tersebut belum menunjukan hasil optimal.

Jangan dulu mengatakan domain vonis merupakan domain kekuasaan kehakiman. Presiden terpilih pun bisa menggunakan kekuasaan membuat undang-undang. Namun, pertanyaan hakiki yang ingin diajukan kepada capres, seriuskah bangsa ini memberantas korupsi?