Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 23 Februari 2019

Kendali Narkoba dari Penjara//Ingatan tentang Ali Sadikin (Surat Pembaca Kompas)


Kendali Narkoba dari Penjara

Indonesia (sudah) darurat narkoba" sering didengungkan. Betapa tidak, hampir semua provinsi tak luput dari jeratan narkoba: dari kota besar hingga desa; dari anggota badan legislatif hingga preman; dan dari lansia hingga anak-anak. Tidak pandang bulu. Sungguh mencemaskan.

Aparat Badan Narkotika Nasional (BNN) dan kepolisian sudah sering menggagalkan penyelundupan ataupun pengiriman narkoba dari ukuran berat ton hingga gram. Ini patut diapresiasi. Hukuman mati juga sudah dijatuhkan kepada para bandar narkoba. Tetap saja narkoba masih merajalela, sulit diberantas.

Yang menyesakkan dada adalah kenyataan bahwa peredaran narkoba dikendalikan dari dalam penjara. Kompas sejak 1971 telah mengekspose ihwal ini, tetapi—sungguh mengherankan—kasus semacam itu tetap berulang. Hingga sekarang.

Data BNN pada 2017 menyebutkan, lebih dari 50 persen peredaran narkoba di Indonesia dikendalikan dari dalam penjara. Lalu, apa sebabnya? Ada yang mengatakan integritas aparat lembaga pemasyarakatan yang lemah menjadi penyebab utama kasus peredaran narkoba dari dalam penjara. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sepertinya belum berhasil mengatasi.

Apa benar masalah ini tidak bisa diatasi? Kita bisa melihat bahwa kita mampu membangun institusi bernama KPK yang para penyidiknya memiliki integritas yang tinggi. Kita juga yakin masih banyak petugas BNN dan kepolisian yang memiliki integritas tinggi! Prestasi lembaga ini patut kita apresiasi.

Tentu kedua lembaga ini (KPK dan BNN/kepolisian) dalam bekerja memiliki tingkat kesulitan tinggi (para bandar narkoba makin lihai, kreatif, dan nekat). Godaan yang dialami petugas juga sangat besar. Dalam hal pengendalian narkoba dari dalam penjara, soalnya bertumpu pada alat komunikasi. Alat komunikasi jadi kunci para napi narkoba beroperasi.

Yang tersisa adalah harapan kepada Kemenkumham; supaya dengan kemauan politik serta tekad yang besar dan sungguh-sungguh menyelesaikan masalah ini.

Bharoto
Jl Kelud Timur, Petompon, Semarang

Ingatan tentang Ali Sadikin

Rubrik "Arsip" Kompas (11/2/2019) mengulas berita pengangkatan Ali Sadikin oleh DPRD DKI Jakarta sebagai Gubernur DKI untuk masa jabatan lima tahun (berita Kompas, 11/2/1972).

Dari ulasan tersebut tergali ingatan akan ketegasan dan integritas Ali Sadikin yang tepat untuk situasi dan kondisi Jakarta ketika itu. Pilihan atas Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI Jakarta di masa sulit tahun 1966 merupakan kejelian Presiden Soekarno.

Pada pelantikan, 28 April 1966, Bung Karno berpidato, "Ali Sadikin itu orang yang keras. Dalam bahasa Belanda ada yang menyebutnya een koppige vent, koppig (orang yang keras kepala)."

Bung Karno melanjutkan, "Saya kira dalam mengurus kota Jakarta Raya ini, baik juga een beetje koppigheid (sedikit keras kepala)…."

Setelah mengemukakan harapannya kepada Ali Sadikin, Bung Karno mengingatkan betapa kompleks dan sulit masalah Jakarta. Namun, di akhir pidatonya Presiden Soekarno membesarkan hati gubernur baru itu, "Tetapi insya Allah, doe je best (berusahalah dengan sebaik-baiknya), agar orang-orang masih mengingatmu sekian tahun lagi karena engkau sungguh-sungguh dalam memegang jabatan ini. Dit heeft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Inilah yang dilakukan Ali Sadikin" (lihat buku Ramadhan KH, Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi, 2012). Semoga ada yang kita petik dari sini.

Edward Lukman
Jl Warga, Pejaten Barat,

Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Kompas, 23 Februari 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger