Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 20 Maret 2019

ISO 14001 Dapat Kurangi Sampah-sampah Plastik//Kita dan Pemanasan Global (Surat Pembaca Kompas)


ISO 14001 Dapat Kurangi Sampah-sampah Plastik

Banyak orang berpendapat, hasil penerapan standar internasional manajemen lingkungan ISO 14001 hanya sebatas dokumen atau prosedur. Pendapat ini tak seutuhnya benar. Perusahaan yang mengadopsi ISO 14001 dengan baik dapat mencegah sampah plastik yang jumlahnya di Indonesia telah mencapai tingkat mencemaskan.

Bagi perusahaan, pertarungan melawan plastik dapat dengan cara mengadopsi manajemen lingkungan ISO 14001. ISO 14001 adalah standar lingkungan bertaraf internasional yang memuat aturan yang harus diterapkan guna mencegah kerusakan ekosistem lingkungan.

Salah satu aturan dalam ISO 14001 ialah kewajiban mengidentifikasi aspek lingkungan dan mengendalikan dampak lingkungan. Aspek lingkungan adalah setiap elemen yang berdampak terhadap lingkungan. Salah satu contoh elemen itu adalah plastik. Plastik banyak digunakan untuk kemasan produk, termasuk dalam material pendukung proses.

Perusahaan yang mengadopsi ISO 14001 wajib mengidentifikasi plastik-plastik yang digunakan sebagai pendukung proses, termasuk penggunaan plastik oleh karyawannya. Setelah identifikasi lalu menentukan tata cara pengendalian plastik yang berdampak buruk bagi lingkungan. Penggunaan plastik harus dipantau dan dievaluasi secara berkala. Pemantauan dan evaluasi merupakan elemen ISO 14001 yang wajib dipatuhi.

Target jumlah plastik sebagai aspek yang berdampak negatif terhadap lingkungan harus ditentukan. Sasaran penggunaan plastik harus signifikan berkurang demi melindungi lingkungan. Sasaran yang signifikan, yakni bila jumlah penggunaan plastik berkurang melalui sentuhan inovasi. Inovasi bagian penting standar ISO 14001.

Zulkifli Nasution
Kemang Selatan, Jakarta Selatan


Kita dan Pemanasan Global

Jean Coteau dalam rubrik Udar Rasa di Kompas (3/3/2019) menulis "Bravo Anak Muda!" sehubungan dengan keresahan temannya orang Swiss yang mengeluh diamnya orang kita atas terjadinya pemanasan global.

Saya pun baca tentang awan strato kumulonimbus yang hilang, padahal awan itu penting karena melindungi Bumi. Juga adanya bagian air laut Pasifik yang tidak mampu lagi mengikat hidrogen, dan artikel lain yang ancam dunia kiamat.

Itu semua karena kesalahan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya alam. Mereka memanfaatkannya untuk kehidupan yang lebih nyaman bagi dirinya.

Avtur pesawat jet komersial, misalnya, apa tidak merusak udara menjadi penuh karbon monoksida alias CO? Namun, tanpa jet itu, apa orang mau berenang dari Swiss ke Bali?

Saya setuju bahwa orang Swiss teman Jean Coteau itu bilang, kok, orang Indonesia tak peduli pemanasan global.

Ya, saat orang Eropa membersihkan sungai, orang Indonesia sibuk mengotori sungai. Maka, jadilah Citarum sungai terkotor di dunia.

Kalau saja Pak Presiden Joko Widodo tak turun tangan bikin Proyek Citarum Harum, siapa peduli? Kali Brantas mau diberantas sampahnya oleh Pemda Jatim dengan bantuan lembaga Sustainable Water Fund dari negeri Belanda.

Saya pun dalam 10 tahun terakhir ini mengamati lebah yang singgah di pohon-pohon yang ada di rumah saya. Capung dan kupu-kupu pun saya amati. Mereka masih mau menyerbukkan bunga yang ada.

Di Maluku, katanya, dua peneliti dari Australia masih menemukan lebah raksasa (gigantic chili pluto) yang, oleh kita, dianggap sudah punah.

Jadi, orang Swiss itu, punya teman yang khawatir tentang pemanasan global itu, yakni saya yang WNI, he-he-he!

Suyadi Prawiro s

Selakopi Pasir Mulya, Bogor, Jawa Barat

Kompas, 20 Maret 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger